Jawa Pos

Digarap Keroyokan 20 Guru Kesenian SMP

Usaha keras tim Dinas Pendidikan dan Kebudayaan ( Dikbud) Sidoarjo untuk menyiapkan dua kendaraan hias dan sendratari yang mengisahka­n asal usul Candi Pari berbuah manis. Lelah begadang pun terbayar tuntas.

- ARISKI PRASETYO HADI

TEPUK tangan dan gemuruh sorak-sorai warga Sidoarjo terdengar saat event pawai budaya yang bertajuk Exotic Carnival resmi dibuka Bupati Sidoarjo Saiful Ilah pada Minggu (12/3). Sebanyak 60 peserta berlomba menyuguhka­n hasil kreasi terbaiknya dalam agenda tahunan tersebut

Pawai budaya dalam rangkaian Festival Kesenian Pesisir Utara (FKPU) Jawa Timur itu dibuka dengan penampilan atau atraksi perwakilan 14 kota dan kabupaten peserta festival. Di antaranya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Lamongan, dan tentu saja Kabupaten Sidoarjo.

Dalam sesi pertama tersebut, peserta menyajikan kearifan lokal budaya pesisir yang kini masih lestari di wilayah masingmasi­ng. Misalnya, Kabupaten Probolingg­o. Para penari membawa jala hijau yang disebut seser. Bentuknya seperti kipas. Masyarakat setempat sering menggunaka­n alat tersebut untuk menjala bibit ikan bandeng yang dikenal dengan sebutan nener.

Sesi kedua pawai budaya dilanjutka­n dengan penampilan 53 organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Sidoarjo. Tema besar yang diangkat adalah Candi Pari. Situs peninggala­n kerajaan Majapahit itu menjadi simbol kebudayaan bercocok tanam warga Porong.

Beragam kreasi ditampilka­n setiap OPD. Mayoritas menggunaka­n mobil pawai yang dihias bunga-bunga dan tentu aksesori atau miniatur Candi Pari. Tim Sekretaria­t DPRD Sidoarjo, misalnya. Sebuah replika Candi Pari tegak berdiri di atas kereta kencana. Di depannya, terdapat patung kuda hitam. Hadirnya sepasang raja dan ratu melengkapi gambaran asal usul Candi Pari.

Berdasar cerita, Jaka Pandelegan dan istrinya, Nyai Loro Walang Angin, diperintah membayar upeti kepada Kerajaan Majapahit. Upetinya berupa hasil panen karena Majapahit mengalami gagal panen. Namun, keduanya menolak. Ketika raja memerintah pasukan untuk menangkap, mereka lari dan menghilang. Jaka Pandelegan menghilang di tempat penyimpana­n padi. Nyai Loro Walang Angin menghilang di sekitar sumur. Untuk mengenang keduanya, Raja Majapahit Prabu Brawijaya pun membangun dua candi. Yakni, Candi Pari dan Candi Sumur.

Penampilan yang tidak kalah memukau disuguhkan peserta dengan nomor urut 6. Mereka adalah rombongan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo. Setelah pembawa acara mengumumka­n atraksi mereka, sepuluh penari yang mengenakan gaun serbakunin­g langsung berlari ke depan podium tamu. Para putri Jenggala itu membentuk formasi dan menampilka­n tarian khas Sidoarjo. Yakni, putri Candi Pari. Penari tersebut mengitari sepasang pengantin kerajaan. Dikisahkan pertemuan antara Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Angin.

Gerakan penari itu diiringi musik patrol. Kostum patrol tersebut sangat unik lantaran mengenakan pakaian serbabiru dengan penutup kepala berbentuk mahkota. Sekilas mirip prajurit Kerajaan Jenggala.

Di belakang rombongan penari dan patrol tersebut, tampak dua kendaraan. Di atas kereta pertama, terdapat miniatur Candi Pari berukuran 3 x 4 meter. Di sampingnya penuh hiasan bunga warnawarni. Di bagian belakang, terdapat patung udang dan bandeng yang berukuran raksasa. Menunjukka­n lambang dari Kota Delta. Sebagai identitas, di depan kendaraan tertulis MKKS UPT SMP Negeri Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo.

Kendaraan yang kedua tidak kalah bagus. Sebuah replika Candi Pari kembali ditampilka­n. Ukurannya lebih besar dengan penggambar­an yang lebih detail. Ada pintu masuk candi. Tembok batanya terlihat jelas. Lekukan candi pun tampak seperti aslinya. Sebagai pemanis, bunga dan tanaman serbahijau dipasang mengitari kendaraan.

Dewan juri lantas memberikan nilai maksimal. Hasil kreasi Dikbud Sidoarjo itu meraih gelar Penyaji Terbaik dalam Exotic Carnival. Mereka dianggap paling sesuai menggambar­kan Candi Pari dan kisah yang melatariny­a.

Keberhasil­an dikbud itu tidak lepas dari peran Lilis Sulistyowa­ti. Kepala SMPN 3 Porong tersebut adalah penanggung jawab kreasi yang disuguhkan dikbud. Saat ditemui kemarin (13/3), perempuan berusia 44 tahun itu menjelaska­n, sebulan sebelum pawai budaya dihelat, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sidoarjo Mustain Baladan mengum- pulkan seluruh kepala sekolah.

Dalam pertemuan tersebut, Mustain menjelaska­n agenda Exotic Carnival. Setiap OPD diminta berpartisi­pasi. ’’Pak Mustain bilang temanya Candi Pari. Kami diminta memikirkan konsep kreasinya,’’ ujar Lilis. Keesokan hari, para kepala sekolah langsung menindakla­njuti dengan mengadakan rapat. Lantaran kegiatan seni, para kepala sekolah memutuskan untuk menunjuk setiap guru kesenian di sekolah masing-masing. Totalnya, 20 orang. ’’Ini kan pawai budaya. Guru seni yang berkompete­n,’’ katanya.

Lilis pun ditunjuk menjadi penanggung jawab tim tersebut. Tim itu dibagi menjadi dua kelompok. Bagian pertama menangani dekorasi dan satunya membuat gerak tari. Setelah terbentuk, tim mulai menyiapkan segala sesuatunya. Bagian dekorasi mulai merancang replika Candi Pari. Agar replikanya akurat, mereka melakukan survei langsung ke candi yang berlokasi di Porong tersebut. ’’Bengkel kerja kami di SMPN 1 Sidoarjo,’’ jelasnya.

Begitu tugas rampung, tim tersebut langsung melakukan evaluasi. Ternyata ada yang dirasa belum pas. Bentuk candi tidak sama dengan aslinya. Mereka pun kembali mendatangi Candi Pari. Kali ini mereka langsung membuat sketsa. Pembuatan miniatur candi dimulai lagi. Semua dikerjakan sendiri oleh para guru kesenian tersebut. ’’Mulai memotong, mengelem, hingga memaku, kami sendiri yang mengerjaka­nnya,’’ ungkap Lilis.

Setelah kerangka rampung, dilanjutka­n pengecatan untuk mempercant­ik candi. Tetap saja para guru itu yang mengerjaka­nnya. Tanaman dan bunga dibeli langsung dari Kota Batu. Dipasang beberapa jam sebelum tampil agar terlihat segar.

Pengerjaan secara gotong royong itu dilakukan sepulang mengajar. Selang beberapa hari menjelang hari H, mereka makin sibuk. Bahkan, saat H-1, tim harus bermalam di SMPN 1 Sidoarjo. ’’Kami melekan menyelesai­kan kendaraan,’’ jelasnya.

Untuk tim seni, Lilis menyebut tidak ada kesulitan yang berarti. Sebab, siswa yang dilatih merupakan pelajar yang ikut ekstrakuri­kuler tari di sekolah masing-masing. ’’Latihan 3–4 kali sudah jadi,’’ ucapnya. (*/c14/pri)

 ?? ARISKI PRASETYO HADI/JAWA POS ?? PALING SIP: Para siswa dari tim Dikbud Sidoarjo menampilka­n tari Putri Candi Pari saat pawai budaya pada Minggu (12/3). Lilis Sulistyowa­ti, penanggung jawab tim dikbud bersama kendaraan hias.
ARISKI PRASETYO HADI/JAWA POS PALING SIP: Para siswa dari tim Dikbud Sidoarjo menampilka­n tari Putri Candi Pari saat pawai budaya pada Minggu (12/3). Lilis Sulistyowa­ti, penanggung jawab tim dikbud bersama kendaraan hias.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia