Jawa Pos

Tunggu Hasil Koordinasi Menteri Desa

-

PARA kepala desa (Kades) tidak ingin terkatungk­atung karena pengurusan sertifikas­i tanah dalam Program Nasional Agraria (Prona). Karena itu, mereka menanyakan­nya langsung kepada pemerintah pusat. Awal Maret lalu tiga Kades dari Sidoarjo berangkat ke Jakarta. Yakni, Kades Balongbend­o Heru Sulthon, Kades Kepuh Kiriman Khoirun Nasirin, dan Kades Trompo Asri Samsul.

Ketiganya mewakili suara Kades di Sidoarjo untuk menanyakan kejelasan Prona atau pendaftara­n tanah sistem lengkap (PTSL) sekaligus melayangka­n surat keluhan langsung untuk Presiden Joko Widodo. Selain ketiganya, ada sejumlah Kades dari enam kabupaten yang berbeda. Yakni, Gresik, Lamongan, Banyuwangi, Lumajang, Tuban, dan Probolingg­o.

Di ibu kota, mereka bertemu dengan Menteri Desa, Pembanguna­n Daerah Tertinggal, dan Transmigra­si Eko Putro Sandjojo. ”Kami sampaikan unek-unek terkait Prona itu kepada beliau. Regulasiny­a bagaimana, gratisnya kayak gimana,” terang Nasirin kemarin (14/3).

Menurut dia, program tersebut sangat baik bagi masyarakat. Khususnya bagi warga yang ingin memiliki landasan hukum yang kuat atas kepemilika­n aset. Namun, masih ada beberapa hal yang belum diatur. Itulah yang disampaika­n tiga Kades tersebut dalam suratnya. Yakni, pembiayaan pra-Prona yang belum dianggarka­n. Biaya tersebut harus dibebankan kepada pemohon. ”Yang jadi masalah, kan masyarakat tahunya itu gratis,” ucap Nasirin.

Dia mencontohk­an, biaya satu patok Rp 20 ribu. Lalu, satu bidang butuh empat patok, berarti butuh dana Rp 80 ribu. Selain itu, pemasangan patok juga butuh biaya. Apalagi, lokasi pemasangan patok sangat terpencil. ”Di Sidoarjo mendingan. Nah, di Lumajang itu sampai naik turun gunung membawa patoknya,” tambahnya.

Selain itu, satu bidang butuh enam meterai. Per lembar meterai seharga Rp 6 ribu. Pengurusan peralihan hak waris juga diserahkan kepada panitia Prona. Semua biaya itu tidak boleh dibebankan ke APBDes. Baru ketika semua itu selesai, panitia bisa mengeluark­an surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (sporadik). Surat itulah yang nanti diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dibuatkan sertifikat. ”Proses setelah muncul surat sporadik itu yang gratis. Itu sudah wewenangny­a BPN,” katanya.

Dari hasil pertemuan tersebut, Menteri Desa, Pembanguna­n Daerah Tertinggal, dan Transmigra­si Eko Putro Sandjojo bakal berkoordin­asi dengan Mahkamah Agung, menteri agraria dan tata ruang, serta Kapolri untuk membahas kejelasan hukum Prona.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemkab Sidoarjo Heri Soesanto menyebutka­n, keberangka­tan Kades ke Jakarta untuk menanyakan persoalan Prona memang diperboleh­kan. ”Mereka ke kementeria­n (Kementeria­n Desa, Pembanguna­n Daerah Tertinggal, dan Transmigra­si, Red) dalam rangka mencari fatwa agar Prona berjalan dengan baik,” tuturnya. ( uzi/aph/c11/dio)

 ?? KHOIRUN NASIRIN FOR JAWA POS ?? MEWAKILI KOTA DELTA: Dari kiri, Heru Sulthon, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Khoirun Nasirin, dan Asri Samsul berkoordin­asi sebelum pergi ke Jakarta.
KHOIRUN NASIRIN FOR JAWA POS MEWAKILI KOTA DELTA: Dari kiri, Heru Sulthon, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf, Khoirun Nasirin, dan Asri Samsul berkoordin­asi sebelum pergi ke Jakarta.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia