Makin Cinta Profesi setelah Tsunami 2004
Besok diperingati sebagai Hari Perawat Nasional sesuai dengan tanggal terbentuknya organisasi profesi perawat, PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), yakni 17 Maret 1974. Kini di Sidoarjo terdapat sekitar 2.700 perawat. Bagaimana kiprah sebagian di
RUDI Yulianto menilai pekerjaan perawat sangatlah mulia. Perawat mengemban tanggung jawab besar menyangkut pasien. Misalnya, membuat pasien nyaman, merasa diayomi, dan terpenuhi kebutuhan pelayanan. ”Karena itu, saya berusaha memperbaiki peforma perawat apa saja. Biasanya, kami rutin memberikan pelatihan,” terang Rudi yang tercatat sebagai ketua PPNI Sidoarjo sejak Oktober 2016.
Dia menceritakan,s tanggung jawab sebagai perawat terasa dan makin terpanggil saat melihat langsung korban-korban bencana tsunami Aceh pada Desember 2004 silam. Kala itu banyak korban yang membutuhkan pertolongan. ”Oktober 2004 saya diperbantukan Batalyon 521 Kediri ke Aceh. Saat itu belum tsunami,” kenang bapak tiga anak tersebut.
Saat tsunami datang, posisi Rudi sedang terpisah dari kelompoknya di Aceh Barat. Kala itu dia mengantarkan anggota yang sakit ke RS Kesdam Iskandar Muda. ”Waktu selesai mengantar, saya berniat balik ke teman-teman, tapi tiba-tiba saya merasakan gempa dahsyat. Semua tanah bergoyang,” ingatnya.
Kala itu posisinya tepat berada di samping Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Melalui alat komunikasi
Rudi mendengar teriakan-teriakan, awas air bah, cari tempat tinggi. Dia pun memutar balik menuju kawasan Lambaro sehingga dirinya selamat.
Setelah air surut, pikirannya saat itu adalah kembali ke RS Kesdam Iskandar Muda. Tujuannya, membantu apa saja. ”Semuanya sudah rata, di rumah sakit itu hari pertama sudah ada 800 jenazah. Saya juga sudah dengan temanteman karena terpisah cukup jauh,” ujarnya.
Rudi pun menghabiskan waktunya di rumah sakit. Apalagi, fasilitas rumah sakit sangat minim. Infus dan perban dipasang bergantian ke sejumlah korban.
Keterbatasan komunikasi sempat membuatnya tidak bisa menghubungi keluarga. Sang istri, Sri Handayani, sudah mengikhlaskannya. Banyak rekan yang berpikir bahwa Rudi sudah meninggal. ”Hari kelima saya mengevakuasi anggota ke Jakarta. Baru di sana bisa telepon istri. Istri bilang ’saya sudah ikhlas,’ dipikir saya hantu. Halo, ini saya baik-baik saja, ini di Jakarta,” ucap Rudi, lantas tertawa.
Setelah mengevakuasi ke Jakarta, Rudi tak pulang ke Sidoarjo. Panggilan hatinya sebagai perawat sangat kuat. Pokoknya harus membantu ke Aceh. ”Orang sipil saja banyak yang ke sana, masak saya enggak,” batinnya saat itu.
Baru 2005, setelah carut-marut bencana Aceh selesai, Rudi baru kembali ke Sidoarjo. Namun, bencana tsunami yang dialaminya menyisakan bekas mendalam. Rudi trauma saat bertemu air. Dia takut dengan air laut. Bahkan, saat pulang dari Aceh ke Sidoarjo menggunakan kapal laut, tidak hentinya Rudi memeluk jiriken pelampung.
Selain menjadi ketua PPNI, Rudi masih aktif menjadi perawat ahli di kamar bedah RS TNI-AD Sidoarjo. Di Hari Perawat Nasional tahun ini, dia berharap suara-suara perawat bisa didengar.
”Tidak boleh kalau ada masalah langsung diadili ranah hukum dengan langsung ditangkap. Misalnya, salah menulis resep. Itu masuk pelanggaran disiplin ,” tutur pria berpangkat Pelda tersebut. ( uzi/ c25/dio)