Bu Guru yang Mirip Nabila JKT48
Setiap guru punya kisah istimewa sendiri-sendiri. Terlebih jika murid-muridnya memang istimewa dengan kebutuhan yang berbeda-beda.
NITA Andawati adalah salah seorang pengajar homeschooling yang berpusat di Ketintang Baru. Baru setahun dia mengajar di tempat itu. Yang diajarkannya adalah bahasa Inggris. ’’Awalnya sih emang iseng. Soalnya
ada tawaran untuk mengajar di tempat lain,’’ kata Nita, lalu tertawa. Memang, pengajar dalam sebuah lembaga homeschooling (pembelajaran di rumah) bukanlah cita-cita alumnus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tersebut. Bahkan, Nita pernah bekerja di sebuah lembaga bimbingan belajar. ’’Sistemnya dalam bentuk kelas,’’ ungkapnya.
Nah, saat ada tawaran mengajar di homeschooling, Nita justru tertantang. Ada dorongan untuk mengabdi. Hatinya mulai terpanggil. Terlebih, dia harus mempelajari tiap murid secara khusus. Sebab, kebutuhan para murid memang berbeda-beda
Bagi dia, itu lebih memuaskan ketimbang mengajar di dalam sebuah ruangan. Dia juga bisa lebih leluasa mendekati muridmuridnya. ’’Ada kesenangan tersendiri ketika saya lebih mengenal murid lebih dalam. Daripada cuma mengajar di kelas,’’ kata perempuan 23 tahun tersebut.
Muridnya pun beragam. Masingmasing punya kisah sendiri sehingga mereka memilih homeschooling daripada sekolah umum. Beberapa muridnya adalah korban perundungan ( bullying) di sekolah umum. Banyak yang trauma karena diperlakukan semena-mena oleh teman, bahkan guru, di sekolah sebelumnya. Ada juga siswa yang menderita penyakit kronis. Dengan begitu, mereka akhirnya belajar sendiri.
Pada Kamis (16/3), Nita mengajak Jawa Pos untuk masuk ke salah satu kelasnya. Saat itu merupakan giliran kelas komunitas. Sistemnya hampir sama dengan sekolah lain. Yakni, murid diharuskan masuk dan mengikuti pelajaran di dalam ruangan. Ada tatap muka.
Tapi, muridnya sedikit banget. Dalam satu kelas hanya ada tiga siswa. Itu yang membedakan dengan sekolah ’’biasa’’. Anakanak pun lebih berkonsentrasi. Interaksi lebih intim. Tak ada bully-bully- an.
’’Ssstt... Jangan ramai, mereka sedang ujian,’’ kata Nita sambil menunjuk dua cewek dan satu cowok yang sedang terpekur menggarap ujian tengah semester. Ya, para siswa itu sudah kelas VI SD. Waktunya sering ujian.
Setelah semua beres, para siswa terlihat sangat antusias saat disuruh bercerita tentang gurunya tersebut. ’’Bu Nita lucu soalnya mirip Nabila JKT48,” celetuk Felicia Aurora, salah seorang siswi yang berada di ruangan tersebut. Sontak, satu ruangan pun tertawa mendengarnya.
Siswi berumur 12 tahun itu pun menceritakan pengalamannya selama diajar Nita. Dia adalah siswi homeschooling yang pernah menjadi korban bullying. Sebelumnya, dia bersekolah di salah satu sekolah umum yang berada di Surabaya. Namun, karena tinggi badannya di atas rata-rata, dia lebih sering dijauhi temannya. ’’Bu Nita kalau ngajar itu seru. Sering banget diajak nonton pas belajar,” sahutnya. Felicia juga mengatakan bahwa Nita lebih sering melakukan interaksi daripada belajar formal seperti biasa.
’’Felicia itu anaknya pintar sekali,” sahut Nita. Tak jarang dia harus memberikan materi yang lebih sulit kepada Felicia. Siswi yang belajar di homeschooling sejak kelas IV SD tersebut memang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Meskipun masih duduk di bangku sekolah dasar, dia mampu mengerjakan soal-soal yang levelnya lebih tinggi. Pembelajaran Felicia juga harus berbeda dengan ratarata siswa pada umumnya.
Tapi, Marisky Nur Fadila tak sengebut Felicia. Karena itu, dia kerap diejek teman-teman sekelas saat sekolah umum. ’’Banyak yang jahatin. Mereka ngejek terus ke saya,” tutur siswi 12 tahun tersebut.
’’Kalau ngejek itu tandanya iri sama kamu,” sahut Nita yang memberikan semangat.
Siswi yang lebih akrab disapa Risky tersebut malah memiliki pengalaman tersendiri bersama Nita. Dulu ketika awal bertemu, Risky tidak mau bersosialisasi sama sekali. Trauma akibat bullying yang menimpanya semasa di sekolah umum selalu membayang-bayangi.
Itulah tantangan yang dihadapi Nita selama mengajar. Perempuan kelahiran Sidoarjo tersebut tidak kehabisan akal. ’’Saya ajak nonton. Saya dekatin lebih personal sehingga dia merasa nyaman kalau dekat dengan saya,” terangnya.
Dua siswa tersebut hanya segelintir contoh murid yang diajar Nita selama di homeschooling. Nita masih memiliki dua siswa yang paling berkesan. ’’Mereka namanya Mingming sama Naura,” ujar anak sulung dua bersaudara tersebut.
Naura merupakan siswa yang memiliki penyakit kronis. Sejak kecil, dokter memvonis Naura memiliki tumor di bagian otak. Karena itu, dia tidak bisa bersekolah layaknya anak-anak pada umumnya. Pilihannya pun homeschooling.
Nita mengatakan, setelah menjalani operasi pengangkatan tumor, Naura berubah menjadi anak yang lebih temperamental. Dia lebih memilih terus bersama ibunya ketika melakukan aktivitas apa pun. Hal tersebut tentu saja menyulitkan Nita dalam mengajar. Dia harus memberikan perhatian ekstra kepada Naura yang memang dalam keadaan yang tidak memungkinkan. ’’Di luar keadaannya yang memang masih sakit, dia tetap semangat belajar,” jelas Nita.
Sementara itu, Mingming punya imun tubuh sangat rendah. Dia tidak bisa sembarangan keluar rumah. Salah-salah, dia harus mengorbankan waktu beberapa hari untuk berada di rumah sakit. ’’Pernah dia diajak keluar sama orang tuanya, terus harus opname selama seminggu,” jelas Nita. Meski begitu, Nita merasa salut pada keinginan belajar Mingming. Siswa yang masih duduk di kelas II SD tersebut termasuk anak yang cerdas. Dia selalu bisa mengikuti pelajaran yang Nita ajarkan.
Memang, sesekali Nita terkendala dalam mengajar Minging. Sebab, Mingming merupakan siswa yang enggan mencatat. Seribu satu cara pun dilakukan untuk menambah minat Mingming. Yakni, dengan melakukan pendekatan yang lebih personal.
Saking dekatnya, Nita mengancam akan pulang kalau Mingming tidak mau menulis. Karena sudah telanjur sayang pada gurunya yang satu itu, Mingming pun langsung mematuhi Nita dengan sekejap. ’’Iya deh Mingming nulis. Tapi, Bu Nita jangan pulang dulu ya. Mingming suka bahasa Inggris, kok,” ujar Nita yang menirukan perkataan Mingming.
Selama mengajar, Nita mendapat banyak sekali pengalaman. Tidak hanya menjadi pengajar yang lebih baik, dia juga mendapat banyak sekali pengalaman hidup. Terlebih, para siswanya tidak patah semangat untuk menuntut ilmu. Nita pun belajar untuk lebih sabar dalam menghadapi apa pun.
’’Hidup itu intinya cuma satu: belajar sabar. Bukan hanya sabar, tapi belajar sabar,” ujarnya. Sebab, setiap orang tidak bisa memprediksi masa depan. Jika hal yang mereka lakukan ditekuni dengan pasti, mungkin itu akan membuahkan hasil di masa depan.
Nita juga mengatakan tidak pernah memiliki niat untuk mengikuti lomba menjadi guru terbaik. Sebab, menurut dia, penghargaan yang paling berharga adalah ketika melihat siswanya paham dan mau belajar setiap hari. ’’Itu saja saya sudah cukup,” ujarnya. Baik, Bu Nabila, eh, Bu Nita...(*/ c7/dos)