Jawa Pos

Cari Korban yang Sendirian dengan Iming-Iming Jajan

Masih Tunggu Jawaban Kejaksaan

-

JAKSEL – Para orang tua, terutama yang punya kesibukan berlebih, harus memperketa­t pengawasan terhadap anaknya. Jangan sampai lengah sedikit. Sebab, berdasar hasil penyidikan polisi, para predator itu tak butuh waktu lama untuk menjalanka­n aksi. Paling lama setengah jam. Selain itu, relasi antara korban dan pelaku adalah orang yang kenal. Bisa saudara jauh, bisa tetangga.

Setidaknya, itulah yang dilakukan Wawan. ”Dia (Wawan, Red) adalah keluarga korban. Dia mengiming-imingi korban dengan uang jajan dan beraksi di rumah korban,” kata Kanit I Cyber Crime Polda Metro Jaya AKP Joko Handono. Wawan mengaku telah mencabuli dua bocah berusia 12 tahun dan 8 tahun.

Aksi Wawan tidak sembaranga­n. Dia mengambil momen yang tepat. Yaitu, ketika orang tua korban tidak lagi mengawasi korban. ”Wawan ngasih jajan, korban diminta makan jajan itu. Pelaku langsung gerepe-gerepe dan mengajak foto,” ungkapnya. ”Orang tua korban rata-rata adalah pekerja serabutan. Yang bekerja adalah suami. Istri berada di rumah,” tambahnya.

Menurut Joko, orang tua korban sempat kaget saat polisi mendatangi rumah mereka. Mereka tidak habis pikir dengan kebejatan Wawan. Orang tua korban memercayai Wawan sebagai saudara. ”Kaget sih pas kami datang ke rumah korban ketika akan mengidenti­fikasi kebenaran korban. Soalnya, wajah korban ada di foto yang disebar Wawan di grup Facebook: Official Candy’s Group. Wawan menginform­asikan alamat korban,” terang Joko.

Berbeda dengan Dede Sobur. Tersangka yang berdomisil­i di Bogor, Jawa Barat, itu, menurut Joko, tidak melakukan pelecehan seksual di rumah korban, tapi di tempat sepi. ”Tentatif, kadang di rumah tersangka atau di tempat yang sepi,” ucap Joko.

Mayoritas yang menjadi korbannya adalah tetanggany­a. ”Dede memantau siapa yang dirinya suka. Lalu, dikasih jajan. Kenalan dulu. Nggak langsung. Cari momen yang pas,” terangnya.

Menurut Joko, Dede tidak melakukan pelecehan di sebuah gudang atau gubuk. ”Kalau pengakuan Dede tidak pernah di gubuk atau di gudang. Ya di tempat sepi. Misalnya, warung. Warung menjadi tempat favoritnya. Pas lagi nggak ada orang atau penjual lagi melakukan aktivitas lain, tersangka menjalanka­n aksinya. Yakni, menggerepe­gerepe korban,” jelasnya.

Sistem sosial masyarakat, menurut Joko, di lingkungan korban adalah perkampung­an. Bukan perkotaan. Terutama Wawan.

Dikonfirma­si secara terpisah, Deputi Bidang Perlindung­an Anak, Kementeria­n Sosial, Pribudiart­a Nur Sitepu menyatakan, berdasar hasil survei, sekitar 87 juta anak Indonesia yang mengalami tindakan pelecehan seksual sebanyak 400 ribu anak. Menurut dia, yang menjadi korban tidak melulu dari kelas ekonomi bawah. ”Kami ada survei yang menjelaska­n bahwa anak-anak pengacara hingga guru pernah mendapatka­n pelecehan. Jadi, nggak mesti anak ekonomi ke bawah,” ungkapnya.

Peran keluarga dibutuhkan untuk pukul balik para monster pedofil. Dia menegaskan, wawasan edukasi tentang seksual kepada anak kudu diberikan. ”Kapan anak harus lari ketika seseorang menyentuh bagian tubuh mana dari seorang anak. Ini penting,” tegasnya.

Diberitaka­n sebelumnya, mapolda menemukan grup Facebook yang mengunggah konten seksual yang melibatkan anak-anak di bawah umur pada 6 Maret. Para tersangka terancam pasal berlapis.

Ada tiga lapis pasal yang disiapkan. Yaitu, pasal 27 ayat 1 juncto pasal 45 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 4 ayat 1 juncto pasal 29 UU 44/2008 tentang Pornografi, dan pasal 4 ayat 2 juncto pasal 30 UU 44/2008 tentang Pornografi. Total penjara paling lama lebih dari 20 tahun.

Selain ternyata para tersangka memiliki grup dan telegram dengan nama Toddler. Para anggota berasal dari lintas negara. Di antaranya, Peru, Argentina, Brazil, hingga Amerika Serikat. Polisi kini meretas grup itu dan meringkus para anggota. Secara terpisah, penyidik Unit Cyber Crime Mapolda Metro Jaya memantau perkembang­an berkas tersangka kasus pedofilia jaringan internasio­nal. Hingga kemarin, berkas yang telah rampung milik Dicky Firmansyah (DF) dan Siti (SHDW), 16, belum ada informasi apakah telah P-21 atau sebaliknya. Padahal, waktu penyidikan untuk keduanya tersisa enam hari.

Joko Handono membenarka­n hal itu. Dia menyatakan, mengenai berkas keduanya, belum ada informasi kembali dari kejaksaan. Apakah ada yang perlu diperbaiki atau tidak. Bila tidak ada yang diperbaiki, berkas masuk tahap P-21. ”Kalau sudah P-21, barang bukti dan tersangka kami serahkan kepada jaksa penuntut umum ( JPU, Red) kejaksaan. Berarti masuk ke P-22,” terangnya. (sam/c25/ano)

 ??  ?? Facebook, WhatsApp
Facebook, WhatsApp
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia