Aksi Sosial hingga Ngawi, Brebes, dan Banjarnegara
Informasi itu berisi undangan kepada anggota komunitas untuk datang pada acara serah terima rumah yang baru selesai mereka bangun. Penyerahan rumah tersebut dilaksanakan hari ini, Minggu (19/3).
Rumah itu milik Tukimin Ahmad Suryadi, warga Karang Asem, Sidomulyo, Pengasih, Kulon Progo, Daerah Istimewa Jogjakarta. Awalnya, rumah itu sudah tidak layak huni. Rumah berukuran 3 x 5 meter itu berdinding gedek atau anyaman bambu. Atapnya juga bergelombang, banyak gentingnya yang pecah. Tiangtiang penyangganya sudah mulai rapuh.
”Mungkin kalau kena angin kencang sedikit saja bisa langsung roboh,” tutur Antok, panggilan Yanto Sumantri, sang pendiri komunitas ICJ, kepada Jawa Pos yang menyambangi di tempat kerjanya kemarin.
Karena kondisinya yang sudah reyot, atas izin pemiliknya, rumah tersebut dirobohkan komunitas ICJ yang kemudian membangunnya kembali dengan ”arsitektur” yang lebih kuat dan layak huni. ”Rumah itu kini sudah selesai dan siap diserahterimakan Minggu besok (hari ini, Red),” terang Antok.
Suami Susi Lestari itu mengatakan, pembangunan rumah untuk warga miskin tersebut hanya satu di antara beragam kegiatan komunitas ICJ. Menurut dia, pembangunan rumah Tukimin tersebut bermula dari informasi yang di- upload anggota yang tinggal di Kulon Progo Februari lalu.
Yang diinformasikan kali pertama bukan kondisi rumahnya yang hampir roboh, tapi kondisi anak Tukimin, Abdul Adha Muhaimin, yang menderita jantung bocor. Anggota komunitas kemudian tergerak urunan untuk membantu biaya pengobatan Muhaimin. Mereka lalu ramai-ramai ke rumah Tukimin untuk melihat anaknya yang ternyata masih bayi lima bulan itu. Tidak hanya iba dengan Muhaimin yang sakit, anggota komuniats ICJ juga tidak tega melihat kondisi rumah Tukimin yang reyot mau roboh.
Maka, selain membawa si bayi ke rumah sakit untuk berobat, komunitas ICJ sepakat untuk membantu merenovasi rumah Tukimin. ”Untuk pengobatan anaknya, kami gandeng komunitas lain. Kami bagi tugas,” papar Antok.
Lalu, rencana pembangunan rumah Tukimin yang di- upload di Facebook langsung direspons para anggota komunitas. Mereka ramai-ramai urunan. Ada yang membantu uang (berapa pun diterima), banyak pula yang urun material bangunan. Dalam waktu yang ditentukan, terkumpul uang sekitar Rp 15 juta. Sedangkan bahan material yang terkumpul berupa semen, pasir, batu bata, genting, dan sebagainya.
”Kalau dilihat uang yang terkumpul, mungkin sulit untuk mewujudkan menjadi rumah berdinding tembok yang kuat dengan genting baru. Tapi, itulah indahnya kebersamaan. Rumah itu buktinya berdiri dengan kokoh,” ujar bapak satu anak tersebut.
Dia menyatakan, selain membangun rumah untuk warga tidak mampu, masih banyak aksi sosial yang mereka lakukan. Misalnya, membantu operasi balita hidrosefalus dari Ngawi.
Anggota komunitas lantas menjemput balita itu ke Ngawi dan mengantarkannya ke RSUP dr Sardjito, Jogjakarta. Mereka juga membantu menguruskan kartu BPJS agar pengobatannya bisa tanpa biaya. Bukan hanya itu. Anggota ICJ juga memberikan bantuan untuk kebutuhan makan sehari-hari keluarga pasien. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit dan dinyatakan membaik, anak itu diantarkan pulang kembali ke rumahnya.
Antok menceritakan, komunitas ICJ juga pernah membantu seorang anak yang tinggal di Brebes, Jawa Tengah. Anak yang masih SD itu harus berjualan sate ayam keliling desa untuk menghidupi adik-adiknya. Dia tinggal bersama neneknya.
Komunitas ICJ lalu mengalang donasi untuk membantu si anak dan adik-adiknya itu. Terkumpullah dana Rp 7 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli sepeda pancal, tempat tidur, alat-alat memasak, dan tempat jualan yang layak. Selain itu, untuk membiayai sekolah si anak selama setahun.
Mereka juga terlibat penggalangan dana untuk korban longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada 2015. Dalam waktu 36 jam, mereka bisa mengumpulkan dana Rp 20 juta. Dana itu kemudian digunakan untuk membeli perlengkapan sekolah.
Andi Tirto, anggota ICJ, menceritakan bahwa komunitas itu berawal dari grup obrolan di FB. Awalnya, dia dan teman-temannya aktif di forum jual beli. Mereka sering terlibat transaksi barang sehingga makin lama makin akrab. Selain membahas jual beli, mereka sering saling curhat tentang pelayanan publik yang masih banyak masalah. Misalnya, pelayanan SIM, pajak kendaraan, dan tilang.
Ternyata ada yang tidak suka dengan obrolan itu karena dianggap menyimpang dan keluar dari tujuan awal adanya grup FB. Akhirnya, dia dan Antok membentuk forum sendiri di FB yang kemudian diberi nama Info Cegatan Jogja pada 2013.
Dalam waktu setahun, jumlah anggota mencapai 500. Pada 2014 pihaknya kemudian menggelar kopi darat (kopdar). Kini anggota yang tergabung mencapai 490 ribu akun.
Topik yang dibahas pun semakin berkembang dan beragam. Selain layanan publik, mereka menginfokan kasus kecelakaan dan kejahatan yang terjadi di jalanan. Dari situ, mereka bisa saling membantu jika ada anggota atau warga yang mengalami kesulitan di jalan.
Misalnya, tutur Antok, ketika ada orang yang motornya kehabisan bensin, anggota yang tahu langsung mendatangi warga tersebut dan membantu membelikan bensin.
”Dibantu secara cuma-cuma. Dibelikan gratis. Karena itu, banyak warga yang terbantu merasa heran dan berterima kasih kepada anggota kami itu,” papar dia.
”Bahkan, bila ada pekerja yang pulang malam dan harus menempuh jalan sepi, tak jarang ada anggota yang mengantarnya sampai di rumah yang bersangkutan,” ujar Antok.
Anggota komunitas berasal dari berbagai latar belakang. Mulai pelajar, mahasiswa, pegawai negeri, pekerja, pejabat, dokter, penegak hukum, hingga ibu rumah tangga. Tidak hanya dari Indonesia, ada pula WNI yang tinggal dan bekerja di Hongkong, Malaysia, dan Taiwan. ”Yang dari luar negeri itu biasanya membantu bila ada penggalangan dana. Mereka senang bisa ikut membantu dan tahu bantuannya tersalurkan,” tandas Antok. (*/c10/ari)