Pencairan Lamban Terjadi Tiap Tahun
Ombudsman Jatim Menyoroti Problem BOS
Kepala sekolah menyusun rencana kerja dan anggaran sekolah (RKAS). Laporan tersebut digunakan kepala dispendik provinsi untuk menyusun RKA-SKPD yang terdiri atas: Jenis, objek, dan perincian belanja pegawai. Jenis, objek, dan perincian belanjabarang dan jasa. Jenis, objek, dan perincian belanja modal yang terdiri atas belanja peralatan, mesin, dan aset tetap lainnya.
SURABAYA – Tersendatnya pencairan bantuan operasional sekolah (BOS) pada triwulan pertama kini mendapat sorotan dari Ombudsman Perwakilan Jatim. Lembaga pengawas pelayanan publik tersebut mencatat bahwa kelambanan itu sudah terjadi berulang-ulang.
Asisten Ombudsman Bidang Pendidikan Vice Admira Firmaherera menjelaskan bahwa telatnya dana BOS kali ini bisa dibilang terparah
Sebab, hingga bulan ketiga, masih belum ada kejelasan terkait dengan pencairannya. ”Perlu perbaikan sistem pencairan. Masak tiap tahun harus mengalami seperti ini,” jelasnya.
Seharusnya penyusunan kebijakan pemerintah dalam pencairan BOS diuji secara matang terlebih dahulu. Dengan demikian, begitu ditelurkan, kebijakan bisa langsung diterapkan. Bukan malah memicu kelambanan.
Selama ini berkembang penda pa t bahwa lambannya pencairan dana BOS juga disebabkan proses verifikasi data. Nah, sejak awal seharusnya dibuat sistem yang memungkinkan kebenaran data tersebut. Dari tahun ke tahun, sistem itu harus lebih matang.
Selama ini Ombudsman memang sering mendapat pengaduan soal dana BOS. Namun, kasusnya ratarata wali murid melapor karena ada pungutan yang dilakukan sekolah. Ketika ditelusuri, sekolah menjawab bahwa dana BOS belum cair atau kurang. ”Ada yang bilang BOS-nya cukup. Ada yang bilang kurang,” jelasnya.
Pungutan memang sering kali terjadi setiap kali pencairan dana BOS tersendat. Sekolah terpaksa melakukan hal tersebut. Padahal, pungutan harus diminimalkan. Karena itu, sejak awal harus ada kesepakatan antara wali murid dan komite sekolah. Vice menerima sejumlah laporan dari wali murid asal Surabaya. Namun, dia tidak bisa membeberkan kasus yang dilaporkan karena masih diselidiki.
Wali murid yang ingin melaporkan masalah BOS pun terkadang tidak bisa apa-apa. Sebab, salah satu syarat pelaporan ke Ombudsman haruslah melapor ke dinas terkait terlebih dahulu. Padahal, masih ada cabang dinas di kabupaten/kota yang belum memiliki kantor. Bila sudah begitu, Ombudsman tidak bisa menindaklanjutinya.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Suli Daim menyampaikan, keterlambatan pencairan BOS triwulan pertama tersebut terjadi lantaran proses transisi kebijakan yang diberlakukan pusat ke daerah. Terutama saat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah diberlakukan sejak Januari lalu.
Selain masa transisi, mekanisme BOS yang berubah dari tahun sebelumnya turut andil dalam menghambat pencairan dana. Suli menyebutkan, mekanisme baru itu, antara lain, mengenai alokasi dana penggajian bagi guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT) di sekolah. ”Peraturan ini sebelumnya tidak ada,” terangnya.
Sesuai petunjuk teknis (juknis) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2017 tentang BOS, sekolah negeri bisa mendapat kuota anggaran 15 persen untuk GTT dan PTT. Untuk sekolah swasta, jumlahnya lebih besar. Yakni, sekitar 50 persen dari total anggaran BOS.
Tambahan alokasi untuk GTT dan PTT tersebut menjadi salah satu alasan molornya pencairan BOS. Dengan adanya peraturan baru itu, pemprov harus menyiapkan strategi agar anggaran tepat sasaran.
Meski begitu, Suli memastikan, saat ini dana BOS yang disediakan pemerintah pusat sudah turun ke pemprov. Kini pemprov menunggu kepastian agar dana tersebut bisa didistribusikan kepada masing-masing sekolah. ” Tinggal tunggu saja. Kemungkinan akhir Maret sudah beres,” jelas politikus PAN tersebut.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim Himawan Estu Bagio menyatakan, hingga saat ini pihaknya belum bisa mengambil langkah apa pun soal turunan dari Permendikbud Nomor 8 Tahun 2017. Sebab, kewenangan untuk merumuskan teknis pelaksanaan aturan ada pada SKPD, yakni Dinas Pendidikan (Dispendik) Provinsi Jawa Timur.
Himawan menjelaskan, seharusnya memang dispendik yang merumuskan tindak lanjut dari permendikbud. ’’Hasil dari rekomendasi itu baru disampaikan kepada kami (bagian hukum, Red) untuk kemudian dimatangkan dalam aturan,’’ katanya.
Himawan mengatakan sampai saat ini belum berani memberikan kepastian apakah segera dibuat peraturan turunan ataukah tidak. Apakah itu dalam bentuk pergub atau aturan lain. ’’Saya belum mengecek apakah sudah turun pergubnya atau belum,’’ ungkapnya. (sal/elo/tau/c7/git)