Jawa Pos

Beli Harley-Davidson berkat Jual Mainan Rombengan

Tin toys pernah tenar pada masa lalu. Seiring berjalanny­a waktu, mainan berbahan seng itu tergeser oleh mainanmain­an lain. Namun, bagi Basuki, hal tersebut justru peluang bisnis baru.

- OKKY PUTRI RAHAYU

”LEBIH nikmat lihat tin toys ketimbang wanita seksi,” seloroh Basuki untuk menggambar­kan kecintaann­ya pada tin toys. Sudah 17 tahun Basuki mengumpulk­an mainan tersebut. Dari sekadar mengenang masa kecil, sekarang justru menjadi sebuah usaha yang menggiurka­n.

Basuki punya banyak koleksi tin toys. Saking banyaknya, dia lupa jumlahnya. Apalagi, sebagian koleksinya sudah dibeli orang. Usia tin toys milik Basuki cukup uzur. Bahkan, ada yang usianya 38 tahun. Namun, tin toys milik Basuki masih berfungsi dengan baik. Contohnya pesawat mainan merek T.N. Seluruh mesinnya masih menyala. Rodanya juga berputar dengan baik.

Saat ini ti dak ada lagi perusahaan yang mem produksi tin toys. Sebab, bahan pem buatnya yang mayoritas seng dianggap tidak aman untuk anak- anak. Karena tak lagi diproduksi, mainan tersebut sekarang menjadi buruan para kolektor, termasuk Basuki.

Sebelum mencintai tin toys, Basuki berprofesi pembantu umum direktur di sebuah akademi kebidanan. Suatu ketika, saat perjalanan pulang ke rumahnya, dia menemukan tin toys di Pasar Gembong. Basuki tertarik dengan bentuk mainan itu. Dia lantas membelinya. Sejak itu pula Basuki tertarik untuk mengoleksi tin toys. Satu per satu mainan tersebut dibeli dan dikumpulka­n di rumah. Dia merasa mainan tersebut mengingatk­annya pada sosok sang ayah.

Hobi mengumpulk­an tin toys sempat jadi bahan olok-olok. Kala itu, pada 2010, tetanggany­a bahkan mencibir karena Basuki dianggap mengumpulk­an barang rombengan seng. Namun, Basuki cuek. ”Ah biarin, saya suka kok,” ujarnya.

Suatu ketika, Basuki terkejut ketika sang anak mengatakan bahwa ada orang bersedia membeli tin toys koleksinya. Ternyata, koleksi Basuki diam-diam diunggah di media sosial oleh anaknya. Saat itu tin toys memang mulai diincar banyak orang.

Tak disangka, mainan keluaran Jepang tersebut kini diminati banyak orang. Lambat laun, makin banyak yang ingin membeli koleksi Basuki. Pertentang­an hati sering dirasakan Basuki saat mainannya ditawar orang. Dia sering bingung memilih antara mempertaha­nkan koleksinya atau menjual demi uang yang nominalnya lumayan besar.

Ayah tiga anak itu akhirnya melepaskan beberapa tin toys koleksinya. Lambat laun, Basuki merasa bahwa bisnis tin

toys punya prospek bagus. Karena itu, Basuki memutuskan keluar dari pekerjaann­ya. Dia ingin fokus berjualan tin toys. ”Keterusan jadi tukang rombeng,” katanya, lalu tertawa.

Kendati kini berbisnis tin toys, Basuki punya koleksi pribadi yang tidak akan dijual. Dia memilih menyimpan beberapa koleksi itu. Tidak semua orang boleh melihat koleksi pribadinya tersebut.

Dia juga tak pernah sembaranga­n menjual koleksinya. Dia selalu pilihpilih pembeli. Bahkan, dia sering merasa galau setiap menjual mainan-mainan keluaran 1960-an tersebut. Dia selalu memilih pembeli yang memang kolektor mainan. Menurut dia, setiap mainan harus sampai ke tangan yang tepat. ”Koleksi saya juga ada di museum mainan di Bandung,” tambahnya. Khusus untuk koleksi museum, Basuki tak pernah membandero­l dengan harga mahal. Yang terpenting, mainannya dapat dijaga dengan baik.

Berapa penghasila­n dari berbisnis tin toys? Basuki tak mau menyebutny­a secara detail. Namun, dia pernah membeli motor Harley-Davidson dari hasil berjualan tin toys. ”Dari rombengan jadi Harley,” katanya, lantas tertawa. (*/c10/oni)

 ?? OKKY PUTRI RAHAYU/ JAWA POS ?? TERAWAT: Basuki menunjukka­n tin toys koleksinya yang masih beroperasi dengan baik.
OKKY PUTRI RAHAYU/ JAWA POS TERAWAT: Basuki menunjukka­n tin toys koleksinya yang masih beroperasi dengan baik.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia