Jawa Pos

Terkenang Laddy Graha

-

Berkali-kali Yussar berlatih. Kadang kudang dipacu cepat, kadang melambat.

Aksi Yussar itu pun menarik mereka yang sedang melintas. Mereka tertarik menonton. Melihat kepiwaian Yussar dalam mengendali­kan Ailee, penonton dadakan tersebut beberapa kali bertepuk tangan. ”Oke, kita istirahat sebentar,” kata Yussar sembari menghela napas, kemudian melompat dari pelana kuda.

Menurut Yussar, Ailee adalah peranakan kuda Eropa. Setelah diajak berputar dan melompat, Ailee tampak ngos-ngosan. Kuda berusia 7 tahun itu merupakan tunggangan terbaru Yussar. Sebulan lalu dia membelinya dari Larasati Gading, mantan artis sekaligus atlet berkuda. Yussar membeli kuda itu dengan harapan makin membuat prestasiny­a moncer dalam beberapa tahun ke depan.

Menurut mahasiswa semester VI Ilmu Komunikasi Unair itu, kuda warmblood memiliki persentase kemenangan lebih tinggi daripada kuda lokal dalam suatu perlombaan adu tangkas berkuda atau show jumping. ”Karena itu, saya sekarang pakai kuda warmblood,” jelasnya.

Dalam perlombaan kuda show jumping, setidaknya ada banyak faktor yang mendukung kemenangan. Kuda yang terlatih, jenis kuda yang digunakan, serta penunggang yang mengerti kondisi kuda. Kuda makin terlatih, peluang kemenangan pun makin tinggi. Apalagi bila didukung dengan jenis kuda. Kuda peranakan Eropa yang tinggi memungkink­an untuk membuat langkah yang lebar bila dibandingk­an dengan kuda lokal yang posturnya sedikit lebih kecil.

Pada tahun-tahun ke depan, Yussar menargetka­n kemenangan yang lebih banyak. Sebelumnya, pada November, dia meraih juara kedua World Jumping Challenge 2016 dengan mengalahka­n peserta dari beberapa negara lain. Kejuaraan itu diselengga­rakan di Banten. ”Itu lomba yang paling berkesan selama saya mengikuti beberapa perlombaan. Saya nggak nyangka bisa menang,” tuturnya.

Selama ini Yussar tak pernah menyangka dapat menang dalam event bergengsi tersebut. Yang pasti, dalam setiap kejuaraan, dia akan berupaya tampil sebaik-baiknya. Bisa menang dalam lomba show jumping tidaklah mudah. Ada beberapa poin penilaian. Di antaranya, kecepatan dan ketangkasa­n berkuda dalam melewati rintangan. Apalagi, yang ikut bukan hanya kompetitor lokal. Atlet berkuda dari negara-negara Asia Tenggara juga ikut.

Meski meraih podium juara kedua dalam kategori U-23, Yussar tetap merasakan kebanggaan tersebut. ”Padahal, waktu itu saya pakai kuda lokal. Kuda yang itu,” katanya sambil menunjuk seekor kuda hitam yang juga diajak berlatih.

Memang, pagi itu bungsu dari dua bersaudara tersebut tak hanya membawa Ailee. Dia juga membawa empat kuda lain. Tiga di antaranya milik Yussar. Sisanya titipan atlet lain. Maklum, selain menjadi atlet, Yussar dipercaya menjaga kuda milik atlet lain.

Tiga kuda milik Yussar itu adalah Ailee, Laddy Graha, dan King Arthur.

Laddy Graha sejatinya tak murni kuda lokal. Namun, hasil perkawinan silang antara kuda lokal dan Eropa. Umurnya 8 tahun. Meski begitu, bagi Yussar, Laddy memiliki tempat tersendiri di hatinya. ”Laddy yang mengantark­an ke podium juara,” katanya dengan nada bangga.

Selain telah menorehkan juara, lanjut Yussar, Laddy punya cerita berkesan di antara kuda lainnya. Bagi Yussar, Laddy merupakan kuda nakal. Dia kerap menendang dan menggigit. Terutama bagi orang-orang yang baru dikenalnya. ”Waktu pertama kenal, saya juga digigit,” ujarnya, lantas tertawa.

Namun, tak kenal maka tak sayang. Dari proses perkenalan itu, Yussar akhirnya mengerti kunci kesuksesan dalam berkuda. Yakni, menyatu dengan kuda. Sejak saat itu, dia pun rutin memanjakan Laddy. Tak sekadar latihan, Yussar kerap memberikan makan hingga memandikan Laddy. Meski ada perawat khusus kepercayaa­nnya, rasanya kurang afdal kalau tidak turun langsung. Nah, kebiasaan itulah yang kemudian memberikan banyak ilmu. ”Kalau larinya sudah kayak robot, kadang saya pijat juga, begini caranya,” ungkapnya, lalu mempraktik­kan pijatan itu.

Yussar lantas menekan otot-otot kaki kuda tersebut. Kemudian, memberikan pijatan dari atas kaki ke bawah. Sang kuda tampak diam, menikmati pijatan. Bukan hanya di kaki, bagian punggung juga kerap mendapat pijatan bila gerakannya tak lagi lincah. Biasanya, Yussar dibantu sang perawat akan memijat punggung hingga tumit di kandang yang tak jauh dari lapangan tersebut.

Yussar menambahka­n, hobi berkuda itu digemari sejak SD. Kala itu dia kerap berkuda di kawasan Trawas, Pasuruan. Setiap libur, dia dan keluargany­a menghabisk­an banyak waktu untuk berkuda. Saat keluarga beristirah­at di hotel atau vila, Yussar memilih menunggang kuda. Kebiasaan itu terus dilakukan hingga Yussar memasuki SMA. Dia kemudian memutuskan menekuni dunia atlet berkuda. Dia pun berhimpun dalam Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) dan Federation Equestre Internatio­nale (FEI).

”Pertama kali ikut lomba di Trawas, langsung menang. Dari situ saya makin optimistis jadi atlet berkuda,” ujar pria dengan rambut ikal tersebut.

Sejak saat itu, Yussar rutin berlatih dan mengikuti pelbagai lomba show jumping di tingkat nasional maupun internasio­nal. Karena ingin serius menekuni dunia berkuda, setahun lalu Yussar membeli tanah lapang untuk berlatih. Yussar dan orang tuanya yakin kelak dirinya mengukir lebih banyak lagi prestasi. Membanggak­an orang tua dan negara.

Sejatinya, jalan sebagai atlet berkuda sempat mengalami tarik ulur antara Yussar dan orang tuanya. Apalagi, Yussar beberapa kali sempat jatuh saat menunggang kuda.

Kejadian tahun lalu misalnya. Ketika hendak melewati rintangan, ada kesalahan teknis dalam melompat. Kuda sekaligus Yussar pun jatuh terkapar. Sontak, itu membuat orang tuanya khawatir. Bahkan, sempat ada larangan. Namun, kecintaan mengalahka­n ketakutan. Semangat Yussar untuk berkuda tidak redup. Malah semakin menyala. Selang dua bulan kemudian, dia kembali mengikuti lomba dan menjadi juara. ”Mulai saat itu orang tua pasrah sama saya,” jelasnya. (*/c10/hud)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia