Jawa Pos

Terdeteksi Dokter

saat Usia Tiga Bulan

- BOY SLAMET/JAWA POS

Ini bukan cerita soal penyesalan. Melainkan perjuangan tulus untuk menjadikan buah hati mampu mandiri dan tidak didiskrimi­nasi.

6, begitu gembira ketika berhasil menyebutka­n beragam aktivitas pada gambar yang ditunjukka­n oleh salah seorang terapis di Sekolah Mutiara Cita Hati pada Kamis lalu (16/3). Meskipun dengan suara sedikit terbata-bata, Natalie mampu menjawab dengan benar satu per satu gambar yang diberikan kepadanya.

”Maan…diiii…” kata Natalie dengan lantang. Suara tepuk tangan pun terdengar di ruangan terapis tersebut. Natalie pun ikut bertepuk tangan sambil tersenyum lepas. Para terapis serta psikolog RSUD Sidoarjo Elok Kartika Sari MPsi pun tidak kuasa menahan haru dan tawa.

Banyak sekali perkembang­an yang ditunjukka­n Natalie, anak dengan down syndrome (DS). Sebelumnya, Natalie begitu agresif. Kini anak bungsu pasangan Imanuel Hartanto dan Dwi Wati Ambarsari itu lebih tenang. Jika mulai tidak mood menjalani terapi, Natalie biasanya memilih bernyanyi. Mulai lagu Topi Saya Bundar, Naik-Naik ke Puncak Gunung, Naik Delman, hingga Balonku Ada Lima.

Perkembang­an yang dialami Natalie juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi Dwi. Setelah terapi selesai, Dwi langsung mendekati Natalie, kemudian memeluknya dengan hangat. Rasa haru dan bahagia terpancar begitu jelas di wajahnya. ”Anak pintar,” kata Dwi, lantas mencium kening Natalie.

Kehadiran Natalie di dalam kehidupan Dwi dan suaminya memang sebuah anugerah. Sebelumnya, Dwi mengaku sempat

shock dan tidak terima dengan kondisi buah hatinya itu. Kini perasaan tersebut sirna. Yang ada saat ini adalah rasa syukur dan bangga terhadap Natalie. ”Natalie adalah hadiah Tuhan. Tidak semua orang tua mendapat kepercayaa­n Tuhan mengasuh anak seperti Natalie,” ungkapnya.

Dwi mengatakan, awalnya dirinya tidak mengetahui bahwa anaknya mengalami DS. Pada usia tiga bulan, Natalie mengalami batuk dan pilek. Saat memeriksak­an Natalie ke dokter itulah, dia menerima kabar bahwa anaknya mengalami DS. ”Dokter memberi tahu saya tentang kondisi anak saya yang DS,” katanya.

Kabar tersebut sempat membuat Dwi dan suaminya drop. Apalagi, Natalie adalah anak yang dinantinan­ti pasangan tersebut. Selama mengandung pun, Dwi selalu menjaga ketat kesehatann­ya. Bahkan, Dwi dan Imanuel sangat rajin beribadah ke gereja. ”Natalie lahir juga lancar. Lima menit sudah keluar,” ungkapnya. Dwi mengaku sempat cekcok dengan suaminya ketika mengetahui kenyataan tersebut. Saling menyalahka­n. Sebab, tidak ada keturunan DS di keluarga masing-masing. ”Saya sedih. Tuhan, kenapa anak saya harus mengalami ini. Saya sempat takut terjadi apa-apa pada anak saya,” tutur dia.

Saat usia Natalie tujuh bulan, Dwi dan suaminya mulai menerima kondisi sang anak dan memasrahka­n seluruhnya kepada Tuhan. Berbagai informasi tentang DS pun mereka kumpulkan. ”Kami hanya memikirkan bagaimana agar anak kami bisa mandiri,” ujarnya.

Dwi mengatakan, saat usia tujuh bulan, Natalie masih begitu agresif. Dwi lantas memilih untuk menyanyika­n puji-pujian hingga akhirnya Natalie lebih tenang. ”Anak saya ini memang suka musik. Setiap dengar music, langsung tenang,” katanya.

Dengan kondisi DS, lanjut dia, tumbuh kembang Natalie memang lambat. Pada usia sepuluh bulan, Natalie baru bisa duduk. Natalie bisa berdiri pada usia dua tahun. Namun, Natalie memiliki hati yang begitu lembut. Dia selalu merasa sedih ketika melihat orang bertengkar. ”Di rumah, tidak boleh ada yang marah-marah karena Natalie paling emosional dan mudah tersentuh hatinya,” terang Dwi.

Dwi mengatakan, dirinya dan sang suami terus bekerja sama membesarka­n Natalie dengan baik. ”Kami sangat kompak. Sekarang kami justru bangga,” tandasnya.

 ??  ?? PELUKAN SAYANG: Natalie bersama ibunda, Dwi Wati Ambarsari, setelah menjalani terapi.
PELUKAN SAYANG: Natalie bersama ibunda, Dwi Wati Ambarsari, setelah menjalani terapi.
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia