Pemanfaatan Pasal TPPU Masih Minim
PENGGUNAAN pasal tindak pidana pencucian uang ( TPPU) untuk mengungkap kasus dinilai masih minim. Kondisi tersebut terjadi karena sumber daya manusia (SDM) dan niat penegak hukum belum bulat. Karena itu, penegak hukum diminta memperbaiki kualitas personelnya.
Pakar money laundering Universitas Trisakti Yenti Garnasih menyatakan, TPPU sebenarnya bisa dipakai untuk mengungkap pidana pokok
Dengan melihat hasil kejahatannya, dapat diketahui kejahatan apa yang terjadi. ”TPPU itu mengidentifikasi pidana,” ungkapnya.
Maka, bila penegak hukum serius, TPPU seharusnya digunakan dengan maksimal dalam mengungkap kasus kejahatan yang sifatnya memiliki hasil banyak seperti korupsi, penipuan, dan narkotika.
”Sayangnya, penegak hukum belum memosisikan TPPU dalam setiap kasus. Bila dibandingkan, sebenarnya malah lebih banyak Bareskrim yang menerapkan TPPU dibanding Komisi Pemberantasan Korupsi,” jelasnya.
Meski begitu, ternyata kepolisian di daerah lebih enggan menggunakan TPPU dalam setiap kasus. Dia menuturkan, dalam survei yang dilakukan pihaknya, polisi di daerah tidak menerapkan TPPU karena merasa kesulitan. ”Kemampuannya perlu ditambah juga,” jelasnya.
Penggunaan pasal TPPU itu juga berhubungan dengan niat penegak hukum. Bila penegak hukum tidak punya niat memainkan kasus, TPPU akan mudah diterapkan. Sebaliknya, jika TPPU tidak dikenakan pada kasus korupsi atau kasus yang hasil kejahatannya banyak, penegak hukum dikhawatirkan akan memainkannya. ”Kalau dikenakan TPPU, uang diambil negara. Kalau tidak di-TPPU, uang bisa ke mana saja,” paparnya.
TPPU juga bisa menjadi pasangan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menjelaskan, TPPU memang bisa menjadi pasangan LHKPN. Namun, tidak selalu TPPU bisa digunakan bersama LHKPN. ”Dalam beberapa kasus bisa, dalam kasus lain tidak bisa,” ujarnya.
Badar menyebut LHKPN hanya salah satu referensi TPPU. Sebab, TPPU bersifat lebih kompleks karena mesti ada indikasi perbuatan pencucian uang seperti menempatkan, mentransfer, atau membelanjakan harta.
”Sedangkan LHPKN adalah report seseorang karena kesadarannya tentang kekayaannya dan harus dianggap ’wajar’ dulu. TPPU sudah pasti tidak wajar.” Namun, lanjut Badar, LHKPN dapat menjadi pemicu untuk menelusuri transaksi mencurigakan. Caranya, harta kekayaan sebelum dan setelah menjabat dibandingkan.
Badar pun memastikan tidak ada batasan bagi PPATK untuk mendeteksi transaksi keuangan semua pejabat. Namun, langkah itu tetap dilakukan sesuai ketentuan atau dasar acuan. ”Pada prinsipnya, rekening semua pejabat dapat dicek,” imbuhnya. (idr/tyo/c10/owi)