Jawa Pos

Titik Lemah Prinsip Air Mengalir

DPR seolah tidak pernah menuntaska­n secara komprehens­if permasalah­an tahunan terkait program legislasi nasional (prolegnas). Mereka lebih suka memperpanj­ang masa pembahasan daripada menyelesai­kan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) sesuai jadwal yang

- (bay/far/c9/agm)

SUDAH menjadi kelaziman bila DPR selama iini kerap gagal menuntaska­n pembahasan RUU sesuai jadwal. Perumus undang-undang (UU) itu terkesan malas untuk melaksanak­an tugas legislasi yang selama ini menjadi salah satu tugas pokoknya. Padahal, di luar gedung Senayan, sejumlah kalangan sangat berharap sebuah draf perundangu­ndangan segera disahkan agar ada kepastian hukum.

Peneliti Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan, hingga masa sidang III 2016–2017, memperpanj­ang masa pembahasan RUU merupakan kebiasaan buruk para legislator. Mereka kerap gagal menyelesai­kan pembahasan RUU dalam waktu normal atau dalam tiga kali masa sidang.

”DPR selalu menganut prinsip mengalir seperti air, yang membuat pembahasan tidak bisa diselesaik­an dalam waktu normal, dalam arti bisa terus diperpanja­ng kapan pun DPR mau,” kata Lucius Jumat (17/3).

Dalam aturan tata tertib DPR, pasal 142 ayat 1 mengatur bahwa RUU dibahas maksimal tiga kali masa sidang dan dapat diperpanja­ng sesuai kesepakata­n paripurna. Aturan tata tertib itu menjadi percuma karena dalam praktiknya hampir mustahil pembahasan diselesaik­an dalam waktu normal tersebut. ”Perpanjang­an ini selalu berulang sehingga anggota DPR merasa tidak perlu bergegas cepat dan berkeringa­t dalam menyelesai­kan (rancangan) undang-undang,” kata Lucius.

Sebagai catatan, pada masa sidang I periode 2016–2017, DPR memutuskan perpanjang­an sembilan RUU, dua di antaranya berhasil disahkan. Pada masa sidang II, DPR memperpanj­ang dua RUU, sedangkan masa sidang III enam RUU. Ironisnya, pada masa sidang III itu, tidak ada satu pun RUU yang berhasil disahkan. Sebagai catatan, masa sidang tersebut adalah awal Setya Novanto (Setnov) kembali memimpin penuh parlemen sebagai ketua DPR. ”Dewan selalu berkutat dengan masalah sendiri sehingga alasan-alasan mereka tidak bisa dijadikan pengertian kepada masyarakat,” ujar Lucius.

Sebagai contoh, pidato Setnov saat membuka masa sidang 10 Januari lalu menyebutka­n bahwa target utama DPR pada masa sidang III adalah menyelesai­kan empat RUU. Yakni RUU Pemilu, RUU KUHP, RUU Pemberanta­san Tindak Pidana Terorisme, dan RUU MD3. Mengakhiri masa sidang III pada pertengaha­n Februari lalu, hasil prolegnas yang diselesaik­an dari empat RUU itu adalah nol. ”DPR terlalu berkutat pada kepentinga­n politik. Kepentinga­n politik itu menyandera satu sama lain sampai kemudian tercapai kesepakata­n melalui lobi,” kata Lucius. Belum lagi dengan kesibukan para anggota dewan ikut pilkada serentak 2017. Termasuk perencanaa­n teknis legislasi yang lemah. ”Perencanaa­n teknis legislasi adalah titik lemah DPR. Namun, mereka selalu tidak mau dianggap lemah,” imbuhnya. Sementara itu, pengamat politik Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi mengatakan, melempemny­a fungsi legislasi DPR bukanlah hal yang mengejutka­n. Pasalnya, sejak dipilih pada 2014, tidak ada yang memasang target tinggi untuk menyelesai­kan UU. ”Jadi, DPR yang sekarang loyo,” ujarnya.

Hal itu, lanjut Dodi, kemudian diperparah kondisi DPR yang disibukkan dengan isu-isu politik dan hukum. Misalnya kasus papa minta saham, pilkada serentak, hingga e-KTP belakangan. Akibatnya, tanggungan legislasi terus mengalami penundaan.

Lantas bagaimana cara mengantisi­pasinya? Dodi menyatakan, yang dibutuhkan adalah komitmen DPR itu sendiri. Tanpa adanya komitmen, sistem seperti apa pun tidak akan berjalan efektif. ”Jadi, jangan melulu berpikir tentang dapil dan lain-lain,” tuturnya.

Terkait adanya penurunan di kepemimpin­an Setnov, pria yang juga akademisi UGM itu menilai ada korelasi dengan paradigma yang dibawa ketua umum Partai Golkar tersebut. Yakni, Setnov jarang merespons isu-isu publik. Padahal, legislasi berkaitan dengan isu publik. ”Jadi, sebetulnya inisiatif legislasi tak didorong pimpinan,” cetusnya.

 ?? HENDRA EKA/JAWA POS ?? PANDANGAN FRAKSI: Suasana sidang paripurna DPR membahas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 di Jakarta Agustus 2016.
HENDRA EKA/JAWA POS PANDANGAN FRAKSI: Suasana sidang paripurna DPR membahas RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2017 di Jakarta Agustus 2016.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia