Masuk ke Daftar Pemilih Tambahan
Warga yang Baru Menginjak Usia 17 Tahun
JAKSEL – Pendataan pemilih untuk Pilgub DKI 2017 putaran kedua terus berjalan. Kemarin (19/3) KPU se-DKI melakukan pemutakhiran data. Setelah tahap itu, pendataan dilanjutkan KPU DKI pada 21 Maret.
Pendataan pemilih tambahan masih menjadi perhatian serius. Tujuannya, meningkatkan kualitas pesta demokrasi di Jakarta tersebut. Di antara para pemilih tambahan itu, ada warga yang baru masuk usia 17 tahun.
Komisioner KPU DKI M. Sidik Sabri menjelaskan, warga itu dipastikan masuk ke daftar pemilih tambahan (DPTb), bukan daftar pemilih tetap (DPT). ’’Mereka tinggal menunjukkan e-KTP atau surat keterangan dari Disdukcapil DKI,’’ ucapnya kepada Jawa Pos kemarin.
Menurut dia, sistemnya lebih disederhanakan. Warga yang ingin mendaftar sebagai pemilih tambahan tidak perlu menyetorkan kartu keluarga (KK).
Sidik menyatakan, setiap warga harus memperhatikan daftar pemilih sementara (DPS) yang nanti ditetapkan KPU. Waktu yang diberikan kepada warga untuk mengoreksinya adalah seminggu, yakni, 22–28 Maret. ’’Kalau nama mereka tidak ada, silakan mendaftar dalam waktu seminggu itu ke panitia pemungutan suara (PPS),’’ sambungnya.
Jadi, semuanya sesuai SK Nomor 57/ Kpts/KPU-Prov-010/Tahun 2017 tentang Perubahan atas Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 49/Kpts/KPU-Prov-010/ Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 Putaran Kedua. KPU DKI berusaha sekuat tenaga agar tidak terjadi kesalahan dalam pendataan hingga penetapan DPT.
’’Sejauh ini KPU tidak mendapatkan masalah berarti. Kami optimistis putaran kedua lebih baik daripada putaran pertama,’’ papar Sidik.
Said Salahuddin, pengamat politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), menjelaskan bahwa KPU harus ekstrahati-hati dalam pembenahan data pemilih putaran kedua. Dia menya- takan, salah satu biang masalah dalam putaran pertama adalah DPTb.
Menurut analisisnya, DPTb dijadikan celah oleh pemilih yang untung-untungan. Yakni, pendukung calon tertentu yang sebenarnya tidak bisa memilih, tetapi ingin ikut mencoblos.
’’Jangan sampai berbagai masalah yang bersumber dari data pemilih terulang. Misalnya, warga datang ke TPS karena tidak ada di DPT, DPTb, dan lain sebagainya,’’ ucapnya.
Said menambahkan, KPU harus memperketat penetapan DPTb. Jangan sampai ada e-KTP dan surat keterangan (suket) palsu seperti pada putaran pertama. ’’Itu bisa mendatangkan masalah di lapangan,’’ paparnya.
Di sisi lain, Muhamad Taufik, wakil ketua tim kampanye Anies-Sandi, menilai KPU DKI membuka celah kecurangan jika pemilih dengan suket dan DPTb tidak menggunakan KK. Sebab, DPTb pada putaran pertama mencapai 300 persen atau 237 ribu pemilih.
Taufik mengungkapkan, DPT pada putaran pertama mencapai 7.108.589 orang. Kalau penggunaan DPTb 2,5 persen, pemilihnya seharusnya hanya 177.500 orang, bukan 237 ribu orang. ’’Coba saja hitung. Makanya, KPU DKI harus berpedoman pada aturan. Pemilih DPTb dan suket wajib bawa KK,’’ tegasnya.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra DKI tersebut mengimbau Disdukcapil DKI tidak bermain api. PNS yang menangani data kependudukan harus bisa menjaga netralitas. ’’ Jika tidak, ya kami akan pidanakan,’’ lanjutnya.
Keanehan berikutnya, ujar Taufik, Disdukcapil DKI meminta 500 ribu blangko e-KTP tambahan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Padahal, Plt Gubernur DKI Sumarsono sebelumnya menyatakan, sampai 5 Maret 2017, warga ibu kota yang belum melakukan perekaman e-KTP hanya 59.911 orang. ’’ Terus untuk apa itu?’’’ sambung Taufik.
Karena itu, dia akan memanggil pimpinan Komisi A DPRD DKI untuk meminta penjelasan mengenai rencana disdukcapil meminta tambahan blangko e-KTP tersebut. ’’Itu tidak benar,’’ tegas Taufik. (ydh/ riz/co1/ind/c22/diq)