Ujian Mental setelah Km 30
Helen Luciana baru saja menaklukkan Tokyo Marathon 2017 kategori full-marathon (FM). Itu merupakan kali kedua dia melahap FM. Berikut pengalaman Helen mengikuti salah satu
MEMULAI lari sejak Desember 2015, konsistensi Helen berbuah manis. Dia telah beberapa kali mencicipi podium di beberapa
race. Yaitu, League Grip The Road 2016 (podium 4), Anniversary Trail Run (podium 3), dan Jawa Pos Fit East Java Half-Marathon 2016 (podium 5).
Sebelumnya Helen menekuni olahraga yoga selama empat tahun. Dia mengaku awalnya tidak menyukai olahraga lari lantaran lebih menyukai olahraga indoor daripada
outdoor. Misalnya, gym, TRX, pilates, dan yoga. Sang kakak Gunawan Hadiwidjaja yang lebih dulu menekuni lari kemudian mengajaknya berlari. ’’Awalnya saya lari 5 kilo saja gak kuat,’’ tuturnya.
Namun, Helen terus berlatih secara rutin di sekitar rumahnya di kawasan Pakuwon City tiap pukul 05.00 dan mengikuti berbagai race. Dalam seminggu, hanya dua kali rest, selebihnya dia berlatih secara rutin. Setelah menekuni lari, Helen merasakan bahwa olahraga lari lebih praktis, simpel, dan murah.
’’Lari kan gak perlu ke studio kayak yoga, atau ke tempat gym. Lari 1 jam sudah dapat 10 kilo, kalau yoga biasanya 3 jam. Jadi lebih enak lari,’’ kata perempuan 39 tahun tersebut. Lambat laun, kemampuan berlarinya semakin meningkat. Helen pun berhasil menjadi finisher di berbagai event. Tak hanya sekadar finis, dia juga sempat menyabet beberapa kali podium.
’’Sebenarnya podium itu bukan target saya. Tapi, target saya dapat personal best,’’ ucapnya. Helen tak pernah menyangka bila upayanya meningkatkan personal best ternyata mendapat bonus berupa kesempatan naik di podium.
Setelah race, Helen tak pernah absen mengevaluasi catatan waktu yang dia peroleh dan ingin terus memperbaikinya. Untuk itu, dia selalu melakukan record time dengan bantuan Garmin dan aplikasi Strava. Meski podium bukanlah target Helen, tak dimungkiri bertengger di jajaran podium membuatnya kian semangat untuk terus mengejar prestasi terbaik.
Standard Chartered Marathon Singapore tahun lalu merupakan debutnya di kategori full-marathon (FM). Ternyata catatan waktunya lumayan bagus untuk seorang debutan, yaitu 4 jam 49 menit. Setelah berhasil finis di FM tersebut, Helen mulai ketagihan untuk mencoba FM berikutnya. Kemudian, dia memberanikan diri mendaftar salah satu dari word marathon majors. Pilihannya jatuh kepada Tokyo Marathon.
’’Setelah finis FM di Singapura dengan cuaca panas, saya tertantang untuk mencoba FM di hawa dingin. Ternyata tantangannya beda,’’katanya. Di Tokyo, Helen tiba di Jepang H-2 sebelum race dimulai. Mengambil race pack dan sekaligus melakukan aklimatisasi suhu. Tidur dan istirahat cukup sebelum race dia lakukan agar tubuh fit saat hari H.
’’H-1 harusnya rest, tapi saya
lari pagi penyesuaian hawa dingin di Jepang,’’ tambah bungsu dari empat bersaudara itu. Di Tokyo Marathon, Helen dibuat kagum dengan pengorganisasian acara yang sangat bagus. Area lomba sangat klir. Meski diikuti 35 ribu peserta, saat berlari tetap nyaman dan tidak berdesakan. Catatan waktunya pun cukup baik, yaitu 4 jam 52 menit. Di sana dia juga bertemu beberapa pelari yang juga berasal dari Surabaya.
Saat berlari FM di Tokyo Marathon, Helen selalu berjanji pada dirinya sendiri tidak akan berjalan. Kalau lelah, terus berlari meski pelan-pelan. Menurut Helen, bila berjalan di tengah race, kakinya akan kram dan sulit berlari lagi. ’’Biasanya orang-orang kesalahannya digeber di depan, baru pas akhir-akhir jalan. Kalau awal-awal saya kencengin pasti habis, napas habis, kaki capek, malah gak finis,’’ bebernya.
Beruntung, water station mencukupi dan suasana sangat fun. Saat berlari maraton, banyak turis dan warga sekitar yang menyemangati para peserta di sepanjang perjalanan. Menurut dia, yang paling berat saat FM adalah saat memasuki kilometer ke-30. Dia menyebut lari maraton tak hanya membutuhkan fisik dan stamina prima, tetapi juga mental yang kuat agar bisa mencapai garis finis.
’’Ibaratnya, setelah lari 3 jam atau 30 kilo badan mulai konslet. Di sisa 12 kilo berikutnya itu cuman mental yang ngomong. Kalau mental gak kuat, ya DNF,’’ katanya. Setelah Tokyo Marathon, Helen perlu waktu dua minggu untuk recovery. (nes/c17/tom)