TPA Ngipik Andalan, Perluasan Terkendala LahaN
Persoalan sampah masih menjadi persoalan yang pelik di Kabupaten Gresik. Namun, masalahnya dinilai bukan pada penanganan, melainkan menyangkut kesadaran warga.
KEPALA Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumarno menyakini bahwa dinasnya mampu mengelola sampah di Kota Giri dengan rapi. Memang, Gresik hanya punya satu tempat pembuangan akhir (TPA). Yaitu, TPA Ngipik. Namun, TPA itu mampu mengelola 94 persen sampah dari berbagai wilayah.
Sumarno menyebutkan, TPA Ngipik berlokasi di Kelurahan Ngipik, Kecamatan Gresik. Luasnya mencapai 9,5 hektare. Ada penambahan 3,5 hektare.
Saat ini sampah rumah tangga diperkirakan mencapai 800 meter kubik per hari. Sumarno menghitung, jumlah tersebut ekuivalen dengan 300 ton. Ratusan ton sampah itu berasal dari 119 titik tempat pembuangan sementara (TPS) di seluruh wilayah Gresik.
TPA Ngipik mampu mengolah 752 meter kubik per hari. Artinya, sekitar 94 persen. Dinas LH punya berbagai terobosan untuk mengoptimalkan kinerja TPA Ngipik. Misalnya, menjadikannya sebagai sarana edukasi bagi siswa. Salah satunya adalah pembelajaran adiwiyata bagi anak sekolah. ”Kami menjalin kerja sama dengan Kebun Percobaan Petrokimia Gresik untuk tempat edukasi dan pembelajaran adiwiyata ,” ujarnya.
DLH juga menggandeng Asosiasi Bank Sampah (Asbak) dalam pemanfaatan sampah di TPA Ngipik. Sampah dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan. Terobosan lain, DLH memanfaatkan bukit sampah untuk menghasilkan gas metal. Gas metal itu akan disalurkan kepada masyarakat. Untuk tahap awal, gas metal tersebut bakal dimasukkan ke kaleng. DLH bekerja sama dengan PT Petrokimia Gresik. ”Sebab, pembangunan pipa gas metal ke rumah masyarakat belum terealisasi,” tegasnya.
TPA Ngipik akan semakin bagus jika mesin pengolahan sampah milik Semen Indonesia Foundation bisa dimanfaatkan maksimal. Mesin itu didatangkan dari Jerman. Kemampuannya bisa mengolah sampah menjadi tanah uruk, komposer, dan plastik (bahan bakar). Kalau mesin pengolah sampah tersebut berjalan maksimal, semua sampah di TPA Ngipik dapat dimanfaatkan.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pertanahan Gresik Tarso Sagito menambahkan, Gresik masih memiliki lahan berstatus tanah negara yang sangat luas. Lokasinya menyebar di sejumlah kecamatan. Namun, tidak mudah mencari lahan untuk pembangunan TPA baru. Diperlukan sosialisasi dan dukungan masyarakat.
Dia mencontohkan lahan bekas tambang di Desa Ketanen, Kecamatan Panceng. Jika TPA di tempat itu akan dibangun, peraturan daerah (perda) tentang RTRW harus diubah lebih dulu. ”Sebab, peruntukannya bukan untuk TPA,” ucapnya. Alternatif lahan lain terdapat di Desa Banyuurip, Kecamatan Kedamean. Namun, lahan itu belum disosialisasikan kepada masyarakat. ”Lokasinya sesuai peruntukan,” tambahnya. (yad/c16/roz)