Situsnya di Belitung, Cangkir Emasnya di Singapura
Kisah Ahli-Ahli Harta Karun Berburu Kapal Karam di Laut Indonesia
Galeri Barang Muatan Kapal Tenggelam yang baru dibuka Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyedot perhatian publik. Di galeri itu tergelar ratusan benda kuno bernilai tinggi, mulai era Dinasti Tang hingga zaman revolusi industri Inggris, yang ditemukan di laut Indonesia.
BAGI para peneliti kepurbakalaan, semakin tua umur sebuah benda, semakin tinggi nilai sejarahnya
Karena itu, ada anekdot, ’’Semakin jelek wujud keramik justru terlihat semakin indah,’’ ujar Rainer Arief Troa, 43, satu di antara tiga ahli harta karun galeri Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Jakarta yang ditemui di tempat kerjanya, Senin (20/3). Saat itu Rainer didampingi dua anggota tim yang lain, Ira Dillenia, 40, dan Eko Triarso, 42.
Memang, kebanyakan benda kuno yang dipajang di rak-rak di dalam kaca sudah cacat. Ada yang cuwil, retak, warnanya buram, atau bahkan menempel di terumbu karang yang sulit dipisahkan. Yang jelas, keramik-keramik itu merupakan harta karun yang didapat dari perburuan di dasar laut Indonesia.
Menurut Ira Dillenia, arkeolog maritim, setiap cacat pada benda-benda bersejarah itu justru menyimpan cerita yang menarik. Termasuk cerita tentang jenis-jenis ikan, terumbu karang, serta, tentu saja, kapal yang tenggelam dan membawa harta karun tersebut.
’’Meski itu terjadi ratusan tahun silam, kami bisa tahu jenis kapal yang tenggelam, penyebab karamnya, sampai cerita sejarah yang dikandung kapal itu. Karena itu, benda-benda ini tidak bisa dinilai dengan uang,’’ terangnya.
Karena itulah, Ira dan dua rekannya sangat lega begitu pemerintah mengambil alih pengangkatan BMKT dari pihak swasta. Pasalnya, sebelum ada moratorium, banyak harta karun dari perairan Indonesia yang berhasil diangkat ke daratan yang akhirnya menguap ke luar negeri. Benda-benda yang berharga sangat tinggi itu tahu-tahu sudah menjadi milik museum di Singapura, Hongkong, Belanda, dan negara Eropa lainnya.
’’Salah satu contohnya artefak yang diangkat dari kapal Tang Cargo Shipwreck di perairan Belitung. Barang masterpiece- nya, octagonal cup dari emas dan keramik peninggalan Dinasti Tang, kini berada di Singapura. Benda-benda abad ke-6 hingga ke-7 Masehi itu saat ini tersimpan di Asian Civilization Museum,’’ papar Ira.
Karena itu, pihaknya terus berusaha mengidentifikasi titik harta karun laut yang harus dijaga agar tidak lari ke luar negeri. Selain 463 situs kapal yang ditetapkan pemerintah era sebelumnya, galeri BMKT terus mengeksplorasi titik-titik harta karun baru. Misalnya, titik tenggelamnya kapal di Karang Panjang, Pulau Natuna, Kepulauan Riau.
’’Dari titik identifikasi, perairan Natuna belum terjamah. Untuk itu, kami akan meneliti wilayah tersebut,’’ jelasnya.
Kepala Sub-Bidang Kewilayahan KKP Eko Triarso menjelaskan, sebagai ahli geologi dan geofisika, timnya akhirnya bisa menemukan titik-titik anomali di Natuna. Yakni, titik eksplorasi yang mempunyai potensi benda karam. Dari situ, tim kemudian mulai melakukan survei lapangan dengan alat seperti batimetri dan sidescan sonar.
Awalnya, tim menemukan empat titik potensial. Namun, akhirnya tinggal Situs Kapal Teh yang terpilih. Itu sesuai dengan cerita yang beredar di masyarakat lokal. Maka, mulailah penyelaman di titik terpilih. Dari dalam laut, penyelam akan berusaha membawa sampel-sampel untuk mendukung penemuan kapal harta karun itu. Sampelsampel tersebut kemudian diteliti tim Ira untuk menentukan langkah berikutnya.
Tahap ini paling sulit. Sebab, umumnya kapal yang karam beratus tahun sudah tertutup terumbu karang dan tumbuhan laut. Apalagi, ditambah arus laut yang kencang, penyelam biasanya hanya mampu dua kali menyelam dan memeriksa situs dengan durasi setengah jam.
’’Kalau situsnya sudah ketemu, biasanya kami ambil gambarnya. Lalu, Bu Ira yang di atas (kapal) akan menentukan apa yang bisa diambil untuk sampel penelitian,’’ ungkapnya.
Yang biasa dijadikan contoh adalah bangkai kayu kapal dan muatan kapal seperti keramik atau koin kuno. Tapi, yang dipilih biasanya yang tidak memengaruhi ekosistem di sekitar situs. Jika tersambung denga terumbu karang hidup, artefak itu biasanya tidak bisa dijadikan sampel.
’’Di atas, sampel-sampel kami bersihkan, kemudian kami cocokkan dengan referensi untuk mengetahui dari mana dan era kapan harta karun itu berasal,’’ tutur Eko. ’’Semua proses itu memerlukan waktu penelitian sampai dua tahun,’’ tambahnya.
Sejauh ini tim pernah menemukan situs kapal uap zaman Revolusi Industri Inggris yang mirip kapal uap SS Great Britain. Dari temuan itu, tim bisa menyimpulkan bahwa perairan Natuna merupakan pulau transit bagi kapal-kapal asing pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi.
’’Dengan temuan BMKT ini pula, kami bisa mengatakan bahwa Natuna zaman dulu merupakan titik perdagangan penting di Asia, bukan Singapura,’’ jelasnya.
Eko menegaskan, benda-benda kuno bernilai sangat tinggi tersebut harus dijaga dari tangan-tangan tak bertanggung jawab, yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan mengorbankan kepentingan negara. Karena itu, tim BMKT telah mengajukan situs-situs bersejarah menjadi taman arkeologi maritim.
Ke depan trio peneliti tersebut terus melakukan identifikasi harta karun di laut Indonesia. Baik di situs yang baru ditemukan maupun yang sudah lama ada. Meski, itu tidak mudah. Apalagi, banyak warga lokal yang salah mengerti dengan niat mereka.
’’Kami pernah ditodong parang saat bermaksud melakukan penelitian di Natuna. Tapi, ancaman nyawa tersebut tidak ada artinya begitu kami menyelam sampai kedalaman 40 meter dan menemukan harta karun yang bernilai tinggi di situs bersejarah itu,’’ tandas Rainer. (*/ c5/c10/ari)