Terkendala Izin Pemda
JAKARTA – Upaya pemerintah pusat menderegulasi perizinan pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) belum sepenuhnya diikuti pemerintah daerah (pemda). Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan, meski pemerintah sudah mendorong pelaksanaan perizinan satu atap, ternyata perizinan tetap harus melalui banyak pintu.
”Sehingga masih ada perizinan yang butuh waktu lima bulan,” ujarnya setelah melapor kepada Wapres Jusuf Kalla ( JK) kemarin (20/3). Contoh lain yang acap dikeluhkan adalah pembuatan site plan alias rencana zonasi perumahan
Mulai kawasan hunian hingga fasilitas umum dan sosial. Nah, site plan yang dibuat pengembang itu hampir selalu disalahkan oleh pemda. ”Padahal, insinyur seluruh Indonesia sama, tapi ketika masuk sana (pemda, Red) pasti salah. Berarti kan harus melalui orang di dalam,” ungkap Junaidi.
Sekjen DPP Apersi Daniel Djumali menambahkan, masalah lain yang dialami pengembang rumah bersubsidi terkait dengan infrastruktur seperti jaringan listrik. Biaya pemasangan listrik sudah diberikan di awal. Namun, akhirnya pengembang harus mengurus sendiri infrastruktur itu sebelum membangun. ”Terutama di daerah yang agak terpencil,” ujarnya.
Kendala perizinan itu harus segera diatasi. Sebab, tahun ini Apersi punya target bisa membangun 120 ribu rumah untuk MBR. Hampir separo dari target rumah subsidi pemerintah merupakan target Apersi. Tahun lalu anggota Apersi yang mencapai 3.700 pengembang berhasil merealisasikan 85 ribu unit rumah untuk kategori menengah ke bawah.
Sementara itu, Bank Dunia terus memberikan dukungan terhadap program rumah rakyat. Pada 17 Maret lalu Badan Direksi Eksekutif Bank Dunia menyetujui pendanaan sebesar USD 450 juta (setara Rp 5,9 triliun) untuk membantu program rumah murah tersebut.
Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, sebagian dana itu digunakan untuk mendukung skema bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan ( BP2BT) milik pemerintah. Sasarannya adalah pemilik rumah pertama yang berpendapatan rendah. ”Perumahan yang lebih baik terbukti membawa dampak positif pada kesehatan masyarakat, pendidikan, dan tenaga kerja,” katanya. (jun/ken/c11/owi)