Pemerintah Tambah Waktu Survei Raja Ampat
JAKARTA – Upaya menindaklanjuti kasus rusaknya terumbu karang gara-gara kapal MV Caledonian Sky (MCS) di wilayah konservasi Raja Ampat terus dijalankan. Namun, survei kerusakan terumbu karang yang seharusnya selesai Minggu (19/3) terpaksa diperpanjang hingga Rabu besok (22/3) karena kendala cuaca.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Maritim Havas Oegroseno menerangkan, survei di wilayah terdampak dengan luasan 20.000 hektare tertunda karena tinggi gelombang. Karena itu, dari sembilan bagian atau biasa disebut transek ( transect), baru tujuh yang sudah selesai didokumentasikan. ”Dua transek yang tersisa akan kami selesaikan besok (hari ini, Red) dan Rabu nanti kami rampungkan,” ujarnya kemarin (20/3).
Namun, Havas menegaskan bahwa hal tersebut tidak akan menunda upaya-upaya lain. Misalnya proses hukum terhadap Kapten Kapal MCS Keith Michael Taylor. Saat ini tim penegak hukum dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedang mengumpulkan bukti yang dibutuhkan untuk proses persidangan. ”Upaya hukum pidana itu berjalan paralel dengan upaya ganti rugi. Jadi, tidak akan ada hal yang menghambat proses hukum insiden Raja Ampat,” ungkapnya
Terkait nilai ganti rugi, Havas mengakui memang belum bisa menyebutkan angka. Namun, sinyal positif didapatkan dari pihak asuransi P&I Club, yang menyatakan Indonesia bakal mendapatkan ganti rugi sesuai dengan yang diajukan. Hal itu berdasar kesepakatan saat pertemuan 14 Maret lalu. ”Mereka mengatakan, tidak ada batas klaim asuransi untuk kasus ini,” ucapnya.
Pemerintah, sebut Havas, juga akan mengevaluasi regulasi agar bisa menanggulangi insiden semacam itu. Meski demikian, pihaknya mengaku juga tidak mau sembarangan melarang kapal pesiar untuk berlayar di wilayah pariwisata seperti Raja Ampat. Dia mencontohkan kawasan konservasi terumbu karang di Australia yang juga mengizinkan kapal pesiar untuk singgah.
”Perlu diketahui, Indonesia memang bukan tujuan favorit kapal pesiar. Karena itu, kami ingin mendorong agar kapal pesiar datang. Cuma, yang perlu diatur adalah bagaimana supaya kunjungan itu tidak melukai ekosistem,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyatakan, pihaknya saat ini sedang mengumpulkan dokumen dan bukti selengkap-lengkapnya terkait kasus terumbu karang tersebut. Semua dokumen yang diatur dalam UU 32/2009 dan UU 5/1990 disiapkan untuk memperkuat posisi Indonesia. Terlebih, kejadian tersebut berada di teritorial Indonesia. (bil/byu/c9/owi)