Jangan Mengulang Memori Kelam
SAAT Homecoming Game yang mempertemukan Persebaya Surabaya dengan PSIS digelar Minggu lalu (19/3), ingatan Muharom Rusdiana langsung melayang saat dirinya masih bermain di era Perserikatan. Terutama saat Persebaya menjadi kampiun pada 1988. Ada memori manis, sekaligus kelam pada era itu.
Memori yang manis tentu saat Persebaya mengalahkan Persija Jakarta di partai final. Lalu, memori kelamnya? Tentu saja soal upaya menyingkirkan PSIS untuk masuk tiga besar. Upaya itu dilakukan dengan cara yang tidak fair. ” Ya, Persebaya mengalah dari Persipura dengan skor 0-12. Tujuannya untuk menggagalkan PSIS lolos ke Senayan. Saya ingat betul. Karena saat pertandingan itu saya jadi kapten,” ujar mantan bek kanan Persebaya tersebut.
PSIS akhirnya memang tidak lolos. Tiga tim teratas, yaitu Persebaya, PSM, dan Persipura, yang melaju ke Senayan atau lolos ke babak enam besar. ” Tapi, itu dulu. Sekarang jelas sudah berbeda,” tutur pria 65 tahun tersebut.
Perbedaan yang dimaksudkan, Persebaya sekarang diharapkan lebih mengedepankan fair play dan menghindari cara-cara kotor untuk meraih kesuksesan. Muharom percaya bahwa Mat Halil dkk bisa mewujudkan keinginannya. Apalagi, antusiasme dan ekspektasi Bonek sangat tinggi. Itu terlihat dari puluhan ribu Bonek yang memadati Gelora Bung Tomo (GBT) Minggu lalu.
”Dari dulu Bonek memang sangat luar biasa mendukung Persebaya. Saya sendiri jadi rindu suasana stadion,” imbuhnya.
Sayang, pada laga yang dimenangi Persebaya dengan skor 1-0 itu, Muharom tak bisa menonton langsung di GBT. Padahal, dia punya banyak kenangan dengan PSIS. Apalagi, Subangkit yang menjadi arsitek PSIS adalah mantan koleganya di Persebaya era Perserikatan. ”Kalau ada waktu, saya pasti akan meluangkan ke stadion,” timpal pria yang kini melatih klub internal Untag Rosita itu. (dit/c11/bas)