Jadi Pemersatu Surabaya
SURABAYA itu diisi beragam suku, etnis, dan golongan. Di Surabaya, tidak hanya hidup orang Jawa. Tapi, juga ada orang Madura, Tionghoa, Arab, dan banyak lainnya. Dan Persebaya Surabaya menyatukan mereka semua.
Homecoming game Persebaya di Gelora Bung Tomo, Surabaya, pada Minggu (19/3) menjadi cerminannya. Persebaya dan Gelora Bung Tomo menjadi tempat yang ramah bagi siapa saja. Semua golongan dan usia tumplek bleg di stadion terbesar di Kota Surabaya tersebut. Mulai anakanak sampai orang dewasa. Laki-laki maupun perempuan. Kaya maupun miskin. Suku, ras, maupun pemeluk agama apa pun duduk bersama.
Para orang tua begitu leluasa memboyong anak-anak ke stadion. Gadisgadis jelita begitu riang melangkahkan kaki ke stadion. Etnis Tionghoa dan orang Jawa duduk berdampingan di tribun stadion. Bukan hanya di tribun VIP, tapi juga di tribun ekonomi.
Mereka yang berdarah Madura dan Arab melantunkan nyanyian yang sama untuk mendukung Persebaya. Semua melebur menjadi satu. ”Ini bisa jadi edukasi. Bahwa le wat sepak bola, ter utama Persebaya, masyarakat bisa jadi satu dan damai,” kata Ahmad Affandi, penonton laga Persebaya kontra PSIS Semarang yang duduk di tribun VIP.
Persebaya memang pemersatu warganya. Karena itu, semua tak pernah ragu untuk datang ke stadion kala tim berjuluk Green Force tersebut bertanding.
”Stadion sekarang sudah bisa jadi tempat wisata bagi keluarga. Dan Gelora Bung Tomo ini juga sangat ramah. Tak ada kata-kata rasis di sini,” ungkap Ernest Stevanus, 36, yang menonton laga Persebaya kontra PSIS dengan anggota keluarganya.
Dengan alasan yang sama, Ratri Aninditha datang ke stadion. Bahkan, dara 24 tahun itu ikut berjingkrak-jing- krak di tribun. Sama sekali tak ada rasa takut bakal dijahili. ”Bonek sudah banyak berubah. Mereka sangat menghargai pe rem puan,” katanya. (rid/ c11/fim)