Camat Harus Punya Buku ”Sakti” Pamurbaya
SURABAYA – Perubahan fungsi kawasan lindung sebagai permukiman menjadi sorotan Komisi C DPRD Surabaya. Kemarin mereka mengundang lurah dan camat di kawasan pantai timur Surabaya ( pamurbaya). Selama ini, mereka dianggap tidak paham batas kawasan lindung. Akibatnya, ratusan bangunan telanjur berdiri.
Hearing itu dihadiri camat Gunung Anyar, Sukolilo, dan Mulyorejo. Ada juga lurah Gunung Anyar Tambak, Medokan Ayu, Mulyorejo, Keputih, Dukuh Sutorejo, Kejawan Putih Tambak, dan Kalisari.
Ketua Komisi C Syaifuddin Zuhri menerangkan, lurah harus dibekali pengetahuan mengenai batasan lahan konservasi. Tujuannya, lurah menjadi ujung tombak agar pemkot tidak kecolongan seperti saat ini. Dia menerangkan, saat ini kebanyakan modus pengavlingan dilakukan oleh pengusaha. Mereka memilih untuk menjual tanah ketimbang membangun perumahan. ”Enak jualan kavling, nggak ribet,” terang politikus PDIP tersebut.
Pemilik lahan yang mengavling tanahnya tidak perlu menyerahkan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) layaknya pengembang perumahan. ”Kenapa aku kok ngerti? Karena aku yo ngelakoni (melakukan, Red),” jelas Ipuk –panggilan Zuhri. Selain itu, tanah pethok D bisa dipecah hingga ratusan bidang. Proses transaksi tidak perlu menggunakan surat keterangan rencana kota (SKRK). Proses jual beli tanah kavling dengan pethok itu hanya perlu diketahui lurah. ”Masalahnya, lurah ini tidak tahu batas kawasan lindungnya,” ucap dia.
Salah satu contoh, sudah berdiri 99 rumah di Wisma Tirto Agung di Gunung Anyar Tambak. Ipuk mengatakan, pemilik rumah di kawasan lindung tidak bisa memprotes penjual kavling. Sebab, transaksi yang terjadi adalah jual beli lahan, bukan bangunan. ”Warga tidak bisa menuntut pengembang,” lanjutnya.
Dia meminta permasalahan pembebasan lahan diselesaikan oleh pemkot. Masalah pembebasan itu juga sudah dibahas komisi A. Karena itu, dia ingin berkonsentrasi agar kejadian tersebut tidak terulang.
Ipuk mengusulkan lurah memegang buku ”sakti”. Untuk membuatnya, lurah harus berkoordinasi dengan dinas perumahan rakyat dan kawasan permukiman cipta karya dan tata ruang ( DPRKP CKTR). Buku tersebut mencantumkan data setiap persil pethok D dan titik koordinat kawasan konservasi. ”Sehingga kalau ada orang yang mau beli, lurahnya bisa mengingatkan bahwa lahan ini tidak bisa dibangun,” terangnya.
Camat Gunung Anyar Dewanto Kusumo menerangkan, saat ini pihaknya sudah memiliki peta batas di kecamatan. Peta tersebut baru dibuat setelah kasus mencuat. ”Kami tempel besar agar masyarakat tahu,” jelasnya. (sal/c11/oni)