Rehabilitasi 205 Pelajar
Rentan Jadi Sasaran Bandar dan Pengedar
SURABAYA – Pelajar menjadi sasaran empuk bagi bandar dan pengedar narkoba karena mudah dipengaruhi. Berdasar data BNN Kota Surabaya, sudah ada 205 pelajar yang direhabilitasi karena pernah mengonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya ( selengkapnya lihat grafis).
Menurut hasil pemeriksaan BNNK, rata-rata pelajar mengenal narkoba karena diajak temannya. Barang-barang terlarang itu masuk lewat satu orang. Yang paling gampang dijadikan pengguna adalah pelajar SMP. ”Perkenalannya lewat pil dobel L lebih dulu. Barang itu mudah didapat,” kata Kepala BNNK Surabaya AKBP Suparti kemarin (20/3).
Dia melanjutkan, biasanya para pengedar berhubungan dengan satu pelajar. Pendekatannya bermacam-macam. Ada yang memberi secara gratis, ada pula yang menjadikan pelajar tersebut teman dekat. Bahkan, lembaga antimadat itu pernah menemukan pelajar yang dipacari seorang pengedar.
Dari satu orang itulah, narkoba kemudian disebar ke lingkungan sekolah. Mereka biasa mengonsumsinya di sekolah setelah jam belajar atau di warung-warung dekat sekolah.
Nah, ketika sudah sekali mencoba, mereka kembali mengonsumsi barang haram tersebut. Rasa penasaran dan ikatan persahabatan menjadi alasan yang membuat para pelajar terjerumus narkoba. ”Kalau tidak terkontrol, mereka bisa terus ingin yang lain. Setelah lulus SMP, mereka berani mencicipi sabu-sabu saat SMA,” imbuh mantan Kasubbaghumas Polrestabes Surabaya itu.
Umumnya, para pelajar yang ditangani BNNK diantar gurunya. Artinya, sekolah sebenarnya cukup tanggap untuk menangani anak didik yang mengonsumsi narkoba. Mereka cepat merespons saat menerima laporan siswa yang mengetahui bahwa temannya menjajal barang haram tersebut.
BNNK juga sering menerima laporan dari siswa itu sendiri. Mereka mengungkapkan bahwa di sekolah ada orang yang mencoba menjual narkoba. Mereka juga mengetahui pembelinya. ”Kesadaran pelajar ini sangat membantu kami. Mereka bisa memberikan informasi yang langsung kami tindak lanjuti,” ujar Suparti.
Mayoritas siswa yang didekati para pengedar memiliki kehidupan yang sedikit berantakan. Mulai orang tua yang bercerai, ditinggal orang tua bekerja ke luar negeri, hingga terbiasa meminum miras. ”Pengedar selalu tahu cara untuk menghasut. Mereka sudah mengorek informasi tentang latar belakang pelajar itu,” jelas polisi asal Surabaya tersebut. ( did/c18/fal)