Kampanye Bersepeda Pancal Keliling Desa
SIDOARJO – SMPN 1 Jabon bertekad menerapkan gerakan bersepeda pancal ke sekolah untuk para pelajarnya. Kampanye gemar ngonthel itu dilakukan sejak pekan lalu (18/3). Seluruh siswa kelas VII pun dilibatkan dalam kampanye tersebut. Mereka berkeliling ke desa-desa sambil ngonthel.
Kampanye untuk menin daklanjuti pro gram Save Our Children ( SOS) itu akan terus digelorakan. Bahkan, p ada Jumat ( 24/ 3), seluruh siswa kelas VII, VIII, dan IX dilibatkan.
Semangat SMPN 1 Jabon untuk menyukeskan program SOS tersebut bukan tanpa alasan
Sebab, sekolah yang berlokasi di Desa Dukuh Sari itu tercatat memiliki jumlah pelajar bermotor paling tinggi. Tercatat, 454 di antara total 971 siswa menggunakan motor ke sekolah. Siswa yang nekat mengendarai motor tersebut biasanya parkir di luar lingkungan sekolah.
Kepala SMPN 1 Jabon Agus Pujiono menyatakan, komitmen sekolah untuk mendukung program SOS memang begitu besar. Terlebih, melihat kondisi di lapangan, banyak sekali anak didiknya yang masih nekat mengendarai sepeda motor. Padahal, sesuai UU, hal itu jelas dilarang. ’’Kami terus sosialisasi hingga program SOS di sekolah bisa benar-benar berjalan 100 persen,’’ katanya.
Agus mengakui, Polsek Jabon pernah mengirimkan surat edaran (SE) kepada sekolah tentang tata tertib berlalu lintas. Dari surat edaran tersebut, pihak polsek juga melakukan sosialisasi langsung ke seluruh siswa kelas VIII. Sekolah pun menindaklanjutinya dengan mengumpulkan seluruh siswa pada saat upacara dan mengundang polisi untuk menjadi pembina upacara pada 6 Februari.
’’Kami meminta langsung Kapolsek Jabon untuk memberikan arahan tentang disiplin siswa, peraturan undang-undang berlalu lintas, dan masalah-masalah kenakalan remaja,’’ jelasnya.
Bukan hanya seluruh siswa, lanjut dia, orang tua atau wali siswa pun ikut mendapatkan pengarahan. Pada 11 Februari, kegiatan sosialisasi kepada orang tua atau wali siswa kelas IX dilakukan. Lalu, disusul dengan sosialisasi kepada orang tua atau wali siswa kelas VIII. ’’Kami sekaligus menindaklanjuti SE kepala dinas pendidikan dan kebudayaan (dikbud),’’ ungkapnya.
Agus menuturkan, tidak mudah mengubah mindset orang tua atau wali dan siswa dalam waktu sekejap. Karena itu, dibutuhkan upaya yang lebih keras lagi agar seluruh siswa dan orang tua atau wali mendukung program SOS dengan gerakan bersepeda pancal ke sekolah. Sebab, setiap orang tua atau wali memiliki alasan melepas anaknya membawa sepeda motor sendiri.
’’Rata-rata alasan orang tua kerja dan tidak ada yang mengantar ke sekolah. Jadi, anaknya dibolehkan membawa motor agar tidak ribet,’’ ujarnya.
Selain itu, jarak rumah ke sekolah yang cukup jauh menjadi alasan tersendiri. Meski begitu, Agus tidak kehabisan akal. Dia akan terus memberikan motivasi kepada orang tua, wali murid, dan siswa untuk membudayakan naik sepeda pancal dan mengantar anak ke sekolah.
’’Saya selalu mencontohkan diri sendiri. Dulu, saya ke sekolah dengan jarak rumah 10 kilometer harus naik sepeda. Jalanan juga belum sebagus sekarang,’’ jelasnya.
Bahkan, hingga sekarang, kebiasaan naik sepeda juga terus dilakukan. Biasanya, kegiatan bersepeda dilakukan dari rumah ke desa-desa tetangga. Misalnya, dari Tanggulangin ke Tulangan atau ke Krembung. ’’Badan jadi lebih sehat,’’ terangnya.
Agus menuturkan, pendampingan orang tua terhadap anak yang kini duduk di bangku SMP justru sangat penting. Sebab, anak usia SMP berada pada masa pubertas. Yakni, masa anak mencari jati diri. Kondisinya pun masih labil. ’’Kalau ada alasan orang tua yang menganggap anak sudah dewasa, itu salah. Saya selalu tekankan, anak SMP justru butuh pendampingan yang ketat,’’ katanya.
Karena itu, menurut Agus, pihaknya memulai dengan kampanye berkeliling desa. Kampanye tersebut dimulai dari SMPN 1 Jabon, Desa Trompoasri, Warung Tengah Sawah, Desa Jemirahan, dan kembali ke sekolah. Upaya itu dilakukan sekaligus untuk me nyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak membiarkan anak-anaknya mengendarai sepeda motor ke sekolah.
’’Pada Jumat (24/3), kami melibatkan seluruh siswa dan guru. Semuanya bersepeda pancal,’’ ucapnya.
Dalam kampanye tersebut, seluruh siswa membentuk kelompok sekaligus mendukung program SOS. Mereka akan membawa berbagai atribut unik dan tulisan-tulisan yang mendukung program SOS. Contohnya, aku bangga berangkat sekolah naik sepeda pancal, aku lebih sehat naik sepeda pancal, dan aku bangga diantar orang tua ke sekolah. ’’ Tujuannya, kami ingin membudayakan seluruh siswa dan masyarakat untuk naik sepeda pancal,’’ kata Agus.
Dengan menerapkan gerakan bersepeda pancal ke sekolah, lanjut dia, setidaknya tubuh anak-anak menjadi lebih sehat. Selain itu, gerakan tersebut mencegah terjadinya kecelakaan di kalangan pelajar. ’’Siswa SMP pasti belum berusia 17 tahun dan tentu tidak memiliki SIM (surat izin mengemudi). Mentalnya juga belum stabil,’’ tandasnya. (ayu/c22/hud)