Jawa Pos

Selamatkan Air untuk Masa Depan

-

KEBANYAKAN orang menilai Kwa Sien Biauw alias Tirto Utomo ( TU) yang berniat mendirikan perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) pada 1973 sebagai ’’rencana gila’’. Bagaimana tidak, masyarakat pada waktu itu belum terbiasa meminum air putih tanpa warna dan nir-rasa dalam kemasan. Apalagi, harganya cukup mahal. Pada 1975, harga AMDK 950 ml mencapai Rp 75, dua kali lipat lebih mahal jika dibandingk­an dengan bensin 1.000 ml yang hanya Rp 46.

Harga 1 liter AMDK pun lebih mahal daripada 1 liter minyak tanah. Saat itu, AMDK belum populer. Justru yang nge- tren adalah minuman ringan yang berkarbona­si. Karena itu, tidak mudah meyakinkan orang untuk mengonsums­i AMDK. Diberi saja, sebagian besar orang belum tentu mau. Sebab, menurut mereka, buat apa ’’minum air mentah”?

Namun, TU tak menyerah begitu saja. Dengan perjuangan yang gigih dan tanpa mengenal putus asa, dia terus meyakinkan masyarakat tentang pentingnya AMDK yang mengandung banyak mineral tersebut. Berawal dari keprihatin­annya ketika menjadi pegawai di BUMN perminyaka­n awal 1970-an, TU terusik saat istri ketua delegasi perusahaan Amerika Serikat yang sedang berkunjung tiba-tiba terserang diare karena mengonsums­i air yang tidak bersih.

Insting bisnis TU pun tertantang. Dia mulai berpikir solutif. Memang, tamu-tamu asing (terutama dari Barat) tidak terbiasa meminum air yang direbus, kecuali air yang disterilka­n. Dari situ, TU menilai kondisi air tanah mulai tidak sehat. Sebelum 1970-an atau 1980-an, untuk memenuhi kebutuhan air minum dan memasak, kebanyakan orang cukup menggunaka­n air sumur. Namun, kini, jarang ada air sumur yang bisa dikonsumsi untuk memasak, termasuk minum. Artinya, kondisi air tanah kita tercemar!

Karena itu, sudah saatnya kita memulihkan kondisi air tanah agar kembali bersih dan sehat. Kebiasaan membuang sampah di parit atau sungai harus diubah. Keinginan bisnis yang begitu besar untuk mengeksplo­itasi air tanah dan penggundul­an hutan ( defore stration) secara masif di luar ke mampuan daya dukung lingkung an juga harus dihentikan. Se bab, kondisi air tanah kita sudah sa ngat mem pri hatinkan.

Kini, kita harus melakukan aksi nyata. Pertama, menghemat air. Penggunaan air dalam rumah tangga atau keperluan kantor harus benarbenar sesuai kebutuhan. Membiarkan keran air terus mengucur saat tidak dibutuhkan dan menyisakan AMDK dalam pertemuan di kantor adalah tindakan yang sia-sia.

Kedua, melakukan upaya rintisan agar menjadi gerakan bersama dalam mendaur ulang pemanfaata­n air. Apa yang sudah dilakukan PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) di Seloliman, Mojokerto, misalnya, perlu segera disebarlua­skan kepada masyarakat luas.

Ketiga, memanfaatk­an lahan-lahan kosong di setiap lingkungan seperti kantor, tempat-tempat umum, dan sekitar rumah sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing dengan beragam jenis tanaman. Hal itu merupakan bagian dari aksi nyata untuk mengembali­kan kondisi air tanah agar menjadi bersih. Tugas dan kewajiban generasi sekarang adalah mewariskan air bersih untuk keturunan kita pada masa yang akan datang. Bukankah begitu?! *Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kabupaten Sidoarjo

 ??  ?? Oleh: Dr Tirto Adi MPd*
Oleh: Dr Tirto Adi MPd*

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia