Resmi, Spesialis Big Match
– Boleh saja Liverpool tidak berada pada posisi klasemen yang ideal alias hanya posisi keempat dengan 56 poin di Premier League, tapi harus diakui mereka ’’rajanya’’ papan atas. Faktanya, mereka adalah satu-satunya klub elite yang tidak pernah kalah oleh sesama klub elite.
Ya, kalau melawan tim medioker, ceritanya mungkin berbeda. Mereka sering kesulitan. Kemarin dini hari WIB, klub berjuluk The Reds tersebut menahan imbang tuan rumah Manchester City 1-1 di Etihad. Itu adalah laga terakhir mereka melawan sesama klub elite di sisa musim ini. Jadi, resmilah mereka sebagai spesialis big match.
Unggul dulu dari tendangan penalti Milner pada menit ke-51, tiga poin melayang begitu striker City Sergio Aguero menjebol gawang kiper Simon Mignolet setelah memanfaatkan lengahnya bek Ragnar Klavan menyambut crossing Kevin De Bruyne dari kiri pertahanannya.
Ini poin ke-20 Liverpool dari 10 laga melawan klub enam besar musim ini. Total poin itu berkebalikan dengan catatannya saat melawan klub enam besar di papan bawah musim ini. Cuma 19 poin dari 10 pertandingan. ’’Tapi, kami kecewa gagal mendapat tiga poin,’’ ucap Milner kepada Daily Star.
’’Hasil imbang sepertinya sudah adil. Mereka tim yang bagus. Mereka mempunyai pemainpemain pelari. Mereka semua pemain dengan ketajaman. Ini bukanlah hari yang mudah datang ke tempat ini,’’ lanjut bek kiri yang sudah mencetak tujuh gol penalti pada musim ini tersebut.
Mengapa Liverpool layak kecewa? Sebab, meski tidak dominan menguasai bola, mereka lebih sering meneror gawang Willy Caballero. Samasama melakukan 13 kali tembakan, Liverpool lebih efisien dengan 4 tembakan tepat sasaran. Berbeda dengan City yang hanya 3 kali.
Kecemerlangan Caballero menjadi penyebabnya. Kiper gaek berusia 35 tahun itu bermain impresif dengan tiga kali penyelamatan. Salah satunya menepis tembakan Adam Lallana di dalam kotak penalti pada menit ke-41. ’’Dia (Caballero) bermain luar biasa hari ini. Saya pikir, kami bisa saja memenangi laga ini,’’ klaim pelatih Liverpool Juergen Klopp kepada Sky Sports.
Klopp menyayangkan anak asuhnya yang gagal membunuh laga ini. Terlebih pada 14 menit terakhir. Pada periode itu, justru City yang banyak membombardir lini belakang Liverpool. Salah satunya melalui tembakan De Bruyne yang masih menerpa mistar. ’’Besok (hari ini) mungkin saya akan gembira. Tapi, untuk saat ini, saya sedikit kecewa,’’ sesal Kloppo, sapaannya.
Jika dibandingkan dengan dua duelnya melawan klub enam besar, ini menjadi laga dengan jumlah ancaman terendah. Melawan Tot- tenham Hotspur (11/3), Liverpool mampu melakukan 17 kali tembakan. Lalu, ketika mengalahkan Arsenal 3-1 (4/3), total 18 kali shots dilakukan ke gawang Arsenal.
Keputusan pelatih City Pep Guardiola menempatkan Fernandinho sebagai bek kanan cukup jitu. Belajar dari pengalaman, sisi itu yang menjadi celah lawan untuk mencetak gol. Saat melawan AS Monaco, dua di antara tiga gol terjadi dari sisi tersebut. Dengan Fernandinho, pergerakan Philippe Coutinho pun terbatas.
Karena itu, dia gagal memberikan pengaruh bagi Roberto Firmino dan Sadio Mane di trisula Liverpool. Hanya satu tembakan yang mampu dilakukan. Tidak hanya mengubah posisi Fernandinho ke bek kanan, Guardiola juga tetap memakai formasi 4-1-4-1 sama seperti saat laga melawan Monaco (16/3).
Sekalipun gagal memenangi laga, Guardiola menyebut laga kemarin sebagai salah satu laga terbaik dalam hidupnya.