Makin Partisan, Penguatan Melemah
JAKARTA – Revisi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) hampir dipastikan tidak menyentuh substansi penguatan DPD. Meski tak pernah berhenti untuk menyuarakan penguatan, posisi DPD saat ini dinilai makin lemah akibat keterlibatan mayoritas di antara mereka dalam parpol.
Pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin menilai, dalam realitas posisi DPD, sah-sah saja keterlibatan simpatisan partai masuk di dalamnya. Aturan perundang-undangan saat ini memberikan peluang meski anggota DPD menjadi wakil daerah, simpatisan partai sah dan masuk menjadi anggota. ’’Namun, kita tidak pernah menduga ada wakil daerah yang akhirnya menjadi ketua umum partai, yang kemudian diikuti senator DPD lainnya,’’ kata Irman di gedung parlemen kemarin (22/3).
Irman menyatakan, situasi kini berimplikasi terhadap kondisi internal DPD saat ini. Dengan fakta bahwa sekitar separo anggota DPD masuk di Partai Hanura untuk mengikuti kiprah Oesman Sapta Odang, upaya melakukan penguatan DPD lebih sulit. ’’Implikasinya, teriakan penguatan DPD makin lemah karena DPD tidak murni lagi,’’ kata Irman.
Dalam konteks politik semacam itu, partai politik yang lain akan berpikir ulang untuk membahas upaya penguatan DPD. Jika penguatan tersebut terealisasi, keputusan itu berpihak atau menguntungkan parpol mayoritas. Situasi itu tentu tidak diinginkan dalam persaingan politik.
Di tempat yang sama, anggota DPD John Pieris menilai, upaya DPD untuk melakukan penguatan saat ini semakin kecil. Dalam hal ini, DPD pesimistis amandemen kelima UUD 1945 bakal terealisasi pada periode saat ini. ’’Saat ini hanya revisi UU MD3 yang terbuka ruang dan waktu,’’ katanya.
Menurut Pieris, sesuai dengan keputusan paripurna DPD, ada sejumlah hal yang diajukan untuk direvisi. Pertama, penambahan jumlah anggota DPD dari 4 menjadi 5 orang di tiap provinsi. Kedua, penambahan pimpinan DPR dan MPR menjadi 7 orang. (bay/c19/agm)