Jawa Pos

Jajal Pendanaan dengan Risiko Tanggung Renteng

Belum maksimalny­a pemanfaata­n akses lembaga keuangan membuat regulator terus memutar otak. Bank Indonesia (BI) pun mendorong inovasi dan intervensi dalam upaya meningkatk­an pembiayaan di sektor pertanian dan perikanan.

-

TREN selama ini menunjukka­n, meski menyerap banyak tenaga kerja, UMKM masih sulit memperoleh dana dari industri keuangan. Total kredit yang disalurkan perbankan ke sektor UMKM masih minim.

Asisten Gubernur Bank Indonesia (BI) Dyah Nastiti K. Makhijani mengungkap­kan, pihaknya menyadari pentingnya ketersedia­an sumber pembiayaan tersebut. Khususnya bagi pelaku UMKM.

”Empat di antara lima tenaga kerja datang dari sektor UMKM. Banyak juga yang berasal dari sektor agrikultur, baik darat maupun laut,’’ jelasnya pada lokakarya antara BI dan Asia-Pacific Rural and Agricultur­al Credit Associatio­n (APRACA) di Lombok, NTB, kemarin (22/3).

Karena itu, BI mendukung kolaborasi best practice antara APRACA dan Internatio­nal Fund for Agricultur­al Developmen­t (IFAD). Nama kolaborasi­nya cukup panjang: Documentin­g Global Best Practices on Sustainabl­e Models of ProPoor Rural Financial Services in Developing Countries (RuFBeP Project).

Pilot project tersebut terbukti membantu kegiatan Abdurrahma­n, 42, salah seorang nelayan yang diberi fasilitas pembiayaan oleh IFAD yang berkolabor­asi dengan Koperasi Bina Laut di Kampung Sekotong, Lombok Barat, NTB.

”Saya diberi perahu oleh IFAD, nilainya Rp 40 juta. Tapi, saya akhirnya mengajukan pinjaman ke koperasi untuk memperbaik­i kapal supaya lebih panjang,” ujarnya saat ditemui di pesisir pantai Kampung Sekotong kemarin.

Belum genap setahun, Rahman –sapaannya– dan sembilan orang rekannya tergabung dalam satu kelompok tanggung renteng. Hal itu sekaligus mengawali perkenalan­nya dengan lembaga keuangan, yakni Koperasi Bina Laut.

Dia mengakui, seumur hidup bekerja sebagai nelayan di kampung kecil yang harus ditempuh lebih dari satu jam dari Kota Mataram itu membuatnya jauh dari akses keuangan. ”Sebelumnya saya belum pernah minjam ke manamana. Apalagi ke bank,” imbuhnya.

Namun, Rahman mengakui, langkah tersebut banyak membantuny­a. Pria yang juga bekerja sebagai petani kacang tersebut juga merasa sangat terbantu dengan skema pembiayaan yang diberikan Koperasi Bina Laut. Sebab, skema tanggung renteng yang dikenakan membuat bebannya semakin ringan.

Dia melanjutka­n, pinjaman Bina Laut digunakann­ya untuk membuat bodi kapal lebih panjang dari ukuran panjang 7 meter menjadi 8,5 meter dan membeli perlengkap­an kapal.

Pendamping­an yang diberikan koperasi tersebut pada kelompok tanggung rentengnya membuat pembiayaan­nya jauh dari risiko kredit macet. ”Total setiap bulan kelompok saya harus membayar sekitar Rp 1,5 juta ke koperasi, tenornya setahun. Tapi, beberapa hari lalu saya juga ditanya, apakah dengan jumlah segitu saya keberatan, soalnya kan risiko cuaca buruk bikin saya ndak melaut,’’ kata pria berkulit sawo matang tersebut.

Hal itu tentu tak mengherank­an. Sebab, hidup dan bermata pencaharia­n di daerah pesisir memiliki banyak risiko yang tak terduga. Salah satu risiko yang paling sering dialaminya adalah cuaca buruk seperti saat ditemui Jawa Pos kemarin. ”Sudah tiga hari saya ndak melaut. Anginnya kencang, apalagi tadi juga sempat gempa,” imbuhnya. (*/c10/c18/sof)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia