Blokir 376 Ribu Akun Penyebar Kebencian
WASHINGTON – Ribuan akun diblokir Twitter. Penyebabnya, akun-akun tersebut dinilai menyerukan aksi terorisme. Pada Selasa (21/3), perusahaan yang berbasis di San Francisco, California, Amerika Serikat (AS), itu menjelaskan, sepanjang semester terakhir 2016, total 376.890 akun ditutup. Jika dirata-rata, setiap bulan ada 63 ribu akun. Jumlah tersebut naik 60 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Yakni, 24 ribu akun per bulan.
Sikap itu diambil setelah perusahaan teknologi yang berdiri sejak 21 Maret 2006 tersebut mendapatkan tekanan dari berbagai negara. Twitter dituntut lebih agresif mencegah ekstremis dan pihak-pihak tertentu yang menggunakan jejaring sosial tersebut untuk merekrut pendukung dan melakukan penyerangan. Baik itu yang berbau politik maupun keagamaan. Termasuk seruan-seruan bernada kebencian.
Perusahaan yang didirikan Jack Dorsey, Noah Glass, Evan Williams, dan Biz Stone itu menghapus akun-akun berbau ekstremisme sejak Agustus 2015. Hingga akhir 2016, total ada 636.248 akun yang sudah diblokir. Twitter tidak lagi menunggu laporan dari pengguna lain maupun pemerintah sebelum memblokir akun tersebut. Mereka punya software untuk mendeteksi adanya ajakan yang mengarah ke terorisme dan ekstremisme. Sebanyak 74 persen akun yang diblokir sejak pertengahan tahun lalu tadi diidentifikasi software tersebut. ’’Kurang dari 2 persen lainnya ditutup setelah pihak yang berwenang mengajukan komplain jika pengguna yang bersangkutan melanggar syarat dan ketentuan Twitter,’’ ujar pihak Twitter dalam laporan transparansi yang dirilis.
Jejaring sosial berlogo burung berkicau itu juga mengungkapkan adanya kenaikan permintaan dari pemerintah untuk menurunkan pesan ataupun konten tertentu yang diunggah jurnalis maupun media. Yang paling banyak mengajukan adalah Turki. Sebanyak 77 di antara 88 permintaan resmi dan perintah pengadilan yang masuk sepanjang semester kedua 2016 berasal dari Istanbul. ’’Mengingat tren global pemerintah berbagai negara yang mengancam kebebasan pers, kami ingin menggarisbawahi permintaan tersebut,’’ kata pihak Twitter. (Reuters/AFP/sha/c14/any)