Jawa Pos

Minta KPAI dan Pihak Terkait Susun Rekomendas­i

Soal Perlindung­an Anak dari Predator

-

JAKSEL – Pernyataan Komisi Perlindung­an Anak Indonesia (KPAI) yang meminta pemberatan hukuman dan jika perlu pemberlaku­an hukuman mati mendapat tanggapan negatif. Sebab, yang paling utama adalah menyusun skema perlindung­an anak yang lebih baik dari ancaman para predator.

Hal itu diungkapka­n aktivis HAM Haris Azhar. Mantan koordinato­r Kontras tersebut menyebutka­n, hukuman mati bukan solusi. ’’Bagaimanap­un juga, siapa pun punya hak hidup tanpa terkecuali,’’ jelasnya.

Selain itu, menurut dia, hukuman tidak boleh menunjukka­n kekejaman. Hukuman setimpal, lanjut dia, tidak lantas memutuskan memilih hukuman mati. ’’Sekarang, ngapain kalau sekadar menerapkan hukuman mati, tapi pada hakikatnya hak si anak tidak dapat dipulihkan. Nggak menjamin juga bakal berhenti kasus pedofilia ini,’’ katanya.

Dia mengungkap­kan, lebih penting jika KPAI menyusun rekomendas­i yang komprehens­if pemenuhan untuk anak, bukan berlomba untuk mendorong kekejaman dalam menegakkan hukuman bagi tersangka. ’’KPAI juga kudu mengevalua­si mengapa insiden pedofilia terus terjadi,’’ ungkap alumnus University of Essex, Inggris, itu.

Seperti yang pernah diberitaka­n, Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindung­an Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel berharap pemerintah menjatuhka­n hukuman mati bagi para tersangka pedofilia. Menurut dia, LPAI berkomitme­n untuk membela dan melindungi kehidupan anak. Hukuman mati menjadi pemberatan hukum yang pas dan pantas.

Sebagaiman­a diberitaka­n, Polda Metro Jaya mengungkap kasus pedofilia yang berbasis pada sebuah grup di Facebook. Dalam grup yang berisi lebih dari 7 ribu member tersebut, banyak testimoni maupun upload- an mengenai tindak pedofilia. Grup itu diduga kuat merupakan ajang rendezvous para predator anak di seluruh dunia. Sebab, setiap member wajib meng- upload kegiatan terkait dengan pedofilia.

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Mapolda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menyatakan, pemberatan hukuman kepada tersangka merupakan wewenang kejaksaan. Dia tidak dapat memastikan hukuman mati didapat tersangka atau tidak. ’’Kalau pemberatan hukuman, pengadilan alias jaksa yang memberi putusan,’’ ucapnya.

Menurut dia, wewenang polisi hanya menyelidik­i dan menyidik kasus pedofilia. Mantan Kabidhumas Mapolda Jawa Timur itu mengungkap­kan, apabila dua hal tersebut usai dilakukan, tugas polisi selesai. Untuk pasal pidana, polisi menjerat tersangka dengan dua bidang pasal KUHP. Yakni, bidang pornografi serta informasi dan transaksi elektronik (ITE).

’’Kalau polisi kan bekerja sesuai dengan pasal yang berlaku. Nah, bidang pasal yang berlaku untuk kasus ini ada dua, yaitu bidang pornografi dan ITE. Untuk pasalnya, pasal 27 ayat 1 juncto pasal 45 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2006 tentang ITE, pasal 4 ayat 1 juncto pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008, dan pasal 4 ayat 2 juncto pasal 30 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi,’’ ujarnya.

Kemudian, terkait dengan perkembang­an kasus itu, Argo menjelaska­n, masih belum ada perkembang­an. ’’Belum ada perkembang­an siapa tersangka baru juga,’’ tuturnya. Fokus polisi, kini, terbagi menjadi dua. Untuk tersangka Wawan dan Dede Sobur, polisi tengah menyelidik­i keberadaan korban.

Lalu, untuk tersangka Aldi Atwinda Jauhar, polisi masih memeriksa digital forensik pada barang bukti 1.000 konten foto dan video yang ditemukan saat penangkapa­n. Menurut dia, polisi masih menunggu hasil analisis tersebut. ’’Jumlah barang buktinya lebih dari 1.000 konten.’’ (sam/c23/ano)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia