Jawa Pos

Sekali Coba Moge Langsung Ketagihan

-

Mulai helm, knee safety, jaket, hingga sepatu kulit. Perempuan 34 tahun itu tampak maskulin.

Dengan kecepatan sedang, Retno mengendara­i moge tersebut dengan penuh percaya diri. Saat itu, dia akan menghadiri pertemuan dengan para lady bikers di rumah Viona Ayu Puspitasar­i, salah seorang anggota Sexy Moto Lady Community (Smoc) Jawa Timur.

Di rumah Ayu –sapaan akrab Viona Ayu Puspitasar­i– sudah berkumpul anggota yang berasal dari Sidoarjo. Selain Retno dan Ayu, ada Ferma Rosita Sari, Dyah Agustina Pratiwi, dan Nur Rizki Syafithri.

Komunitas yang baru dibentuk pada Januari itu menyatukan para perempuan pencinta moge dari berbagai daerah. Latar belakang pekerjaan masing-masing anggota pun beragam. Meski masih terbilang baru, anggota komunitas Smoc sudah terlihat begitu karib.

”Sudah berkumpul semua ya?” kata Retno saat menyapa para anggota Smoc asal Sidoarjo. Kedatangan Retno pun disambut hangat oleh anggota yang lebih dahulu datang.

Retno merupakan salah seorang anggota Smoc yang mencintai dunia moge sejak 2013. Sebelumnya, perempuan kelahiran 27 November 1983 itu tidak memiliki keinginan sama sekali untuk mengendara­i motor berkapasit­as mesin besar. Sebab, sejak duduk di bangku SMP hingga sekarang, dia selalu bersentuha­n dengan hal-hal yang berbau feminin. ”Saya sebenarnya suka sekali dancing, fashion, dan makeup sejak kecil lho,” katanya.

Berawal dari hobi moge yang ditekuni sang suami, Ade Iwan Setiawan, Retno akhirnya tertarik. Ibu dua anak itu belajar mengendara­i moge secara otodidak. Motor pertama yang ditunggang­inya adalah Ninja Kawasaki 250 cc. ”Suami saya hanya bilang mengendara­i moge itu sama kayak mengendara­i mobil. Saya belajar sendiri,” ujarnya.

Sekali menjajal moge tersebut, Retno langsung jatuh hati. Setelah berjalan enam bulan, dia mengupgrad­e dengan mengendara­i motor dengan kapasitas mesin 1.000 cc. ”Sekarang saya sudah menyatu sekali dengan motor itu. Bahkan, sangat nyaman sampai sekarang,” katanya.

Sejak itu, Retno mulai mengikuti kegiatan touring dari berbagai klub moge bersama suami. Tentunya, dia mengendara­i moge sendiri. Bahkan, banyak anggota klub yang menyebut Retno dan Ade sebagai couple riding. ”Ke manamana kami selalu duet. Bahkan, tanpa komunitas, kami berdua juga sering touring sendiri,” ungkap Retno yang baru saja pulang dari duet riding ke Tawangmang­u.

Retno mengaku sangat puas ketika berhasil melahap jalanan di setiap kota. Apalagi, jalanan yang dilaluinya berkelok-kelok. Rasanya sungguh menantang. Adrenalin pun terpacu. ”Semakin jalanannya sulit, saya semakin tertantang untuk menaklukka­nnya,” ujarnya.

Meski terbilang pemula, kemampuan Retno dalam mengendali­kan moge tidak diragukan lagi. Berbagai kota pun telah ditaklukka­nnya. Mulai dari Tulungagun­g, Pacitan, Tawangmang­u, Bali, sampai Lombok. ”Kalau di dekat-dekat sini, ya Trawas, Pacet, dan Madura,” ungkapnya.

Selain mencari hiburan, touring dengan menggunaka­n moge, lanjut dia, sekaligus dapat menambah wawasan. Mulai tentang tempat-tempat yang dikunjungi, pemahaman rambu-rambu lalu lintas, hingga safety riding selama di jalan. ”Sekarang jadi ketagihan. Sekaligus menjadi hobi baru selain fashion,” kata dia.

Saat ini, Retno merasa sudah ”kawin” dengan moge yang menemaniny­a touring ke beberapa kota. Meski sudah jatuh cinta pada moge, Retno juga tidak melepaskan hobi lamanya di dunia fashion dan dancing. Sesekali, dia meluangkan waktu untuk dancing dan mengurus bisnis di dunia fashion. ”Moge ini adalah penyeimban­g hidup saja. Di satu sisi, saya bisa tampil cantik dan kalem. Di sisi lain, juga bisa maskulin,” ungkapnya.

Retno menyatakan, setidaknya satu bulan sekali dirinya bersama suami melakukan touring dengan moge bersama suami. Seminggu sekali ke Trawas dan Pacet untuk memenuhi hobi. ”Seminggu sekali pasti kami riding. Kalau enggak, rasanya bosan,” tandasnya. ( Septinda Ayu Pramitasar­i/c6/dio)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia