Miryam Mendadak Cabut BAP
Lanjutan Kasus Korupsi E-KTP
JAKARTA – Sidang lanjutan dugaan kasus megakorupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) berlangsung mengejutkan. Sebab, saksi dari kalangan legislatif Miryam S. Hariyani tiba-tiba mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor John Halasan Butar-Butar kemarin (23/3).
Miryam menyatakan, hampir semua keterangannya yang terangkum dalam ratusan lembar BAP itu tidak benar. Semua informasi yang mengungkapkan aliran uang korupsi e-KTP ke sejumlah anggota dewan pada 2011 tersebut hanya untuk menyenangkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Saya stres, akhirnya ngomong asal saja (saat diperiksa penyidik),” ucapnya.
Dengan merengek, Miryam mengaku diancam saat menjalani pemeriksaan penyidik KPK. Mantan anggota komisi II yang kini duduk di Komisi V DPR itu diperiksa sebagai saksi pada 1 dan 7 Desember 2016 serta pertengahan Januari lalu. ”(Penyidik) ngomong ibu pada 2010 mestinya sudah saya tangkap. Saya mau dipanggil juga,” imbuhnya menceritakan ancaman yang dimaksud.
Pernyataan Miryam yang terkesan membolak-balikkan fakta itu membuat empat anggota majelis hakim geregetan. Hakim Franki Tambuwun, misalnya, meragukan pernyataan Miryam yang menyebut keterangan di BAP hanya untuk menyenangkan penyidik. Menurut Anwar, keterangan Miryam di BAP sangat runtut dan terstruktur sehingga mustahil bila disampaikan secara asal.
”Kalau begitu, Saudara pintar mengarang? Mungkin dulu waktu di sekolah disuruh mengarang nilainya 10, ya,” sindir hakim tipikor senior itu. ”Drama” Miryam tersebut memaksa jaksa KPK menghadirkan para penyidik di sidang selanjutnya. Penasihat hukum (PH) terdakwa Irman dan Sugiharto juga bakal menghadirkan saksi yang menguatkan bahwa Miryam terlibat dalam distribusi uang panas e-KTP ke sejumlah anggota dewan.
Kepada dua mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Taufik Effendi dan Teguh Juwarno, hakim menanyakan perihal anggaran e-KTP. Sebab, selain terlibat dalam pembahasan anggaran di komisi II dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Taufik dan Teguh disebut-sebut memiliki peran memastikan ketersediaan anggaran e-KTP di badan anggaran (banggar) komisi.
Namun, keduanya membantah menikmati aliran uang haram e-KTP. Taufik dan Teguh kompak menjawab tidak tahu saat jaksa KPK menanyakan adanya pihak yang mengirimkan sejumlah uang kepada mereka saat proyek e-KTP sudah disepakati dilaksanakan pada tahun anggaran 2011–2012. ”Tidak pernah (menerima uang),” ujar Taufik dan Teguh bergantian.
Di sisi lain, Wisnu Wibowo, staf Biro Perencanaan Kemendagri, yang kemarin juga dimintai kesaksian di pengadilan membenarkan adanya aliran dana e-KTP ke sejumlah pejabat Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu). ”Jadi, saat itu saya dipanggil Pak Sugiharto (terdakwa II e-KTP) ke ruang beliau. Kata Pak Sugiharto, ini (uang) sekadar ucapan terima kasih.”
Selain Wisnu, jaksa KPK kemarin menghadirkan pejabat Kemendagri lain. Yakni, Suparmanto dan Rasyid Saleh. Satu saksi Dian Hasanah yang juga diundang tidak hadir dalam sidang kemarin.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo tidak habis pikir dengan keterangan Miryam S. Hariyani yang menyamakan situasi saat dirinya diperiksa dalam kasus simulator SIM. Bambang yang ketika itu berstatus anggota komisi III diperiksa penyidik KPK bersama koleganya, Aziz Syamsuddin, yang kala itu menjabat wakil ketua komisi III. ” Tidak benar saya merasa tertekan, apalagi sampai mencret-mencret seperti yang disampaikan Miryam,” kata Bambang di gedung DPR. (tyo/bay/c10/oki)