Jawa Pos

Dibahas di Raperda, Bentor Terancam Punah

-

MADIUN – Keberadaan becak motor (bentor)( di Kabupaten Madiun kembali terancam. Wacana pelarangan unit modifikasi becak dan sepeda m motor itu kembali mencuat ke permukaan. Wacana tersebut muncul setelah pihak kepolisian tegas menyatakan larangan dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang penyelengg­araan ketertiban umum dan ketenteram­an masyarakat (kamtibmas) di DPRD Kabupaten Madiun, Jumat (24/3). Kasatlanta­s Polres Madiun AKP Evon Fitrianto menyatakan, bentor merupakan kendaraan modifikasi yangy menyalahi spesifikas­i. Para pengemudin bentor sengaja mengombina­si becak konvension­al dengan mesin diesel, mesin penggiling tepung, atau sepeda motor. ”Sesuai regulasiny­a, tidak boleh mengubah bentuk. Sebab, dari segi keselamata­n, sangat kurang,” ujarnya.

Bahkan, lanjut Evon, tidak tertutup kemungkina­n, perakitan bentor itu memanfaatk­an onderdil curian. Alasannya, para pelaku curanmor tidak jarang menjual curian mereka dalam bentuk pretelan.

Indikasi kejahatan tersebut harus diantisipa­si. Sejauh ini, aparat kepolisian memberikan warning tegas pada bengkel-bengkel yang melayani modifikasi. ”Kami meminta aturan pelarangan bentor ini bisa diakomodas­i dalam perda,” terangnya.

Berdasar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, fungsi bentor jelas menyalahi aturan. Para penumpang tidak menggunaka­n helm. Begitu pula dengan pengemudin­ya. Bahkan, tak sedikit pengemudi yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM). Keberadaan­nya juga tidak pernah dipungut pajak. ”Jika terus dibiarkan, bisa timbul masalah,” ungkapnya.

Evon meminta Pemkab Madiun berkaca pada Pemkab Situbondo yang sudah tegas melarang keberadaan bentor. Koordinasi intensif dengan seluruh pihak terkait memang harus dilakukan guna mencari solusi terbaik sebelum merealisas­ikan kebijakan tersebut. Dengan begitu, ke depan, tidak ada pihak yang merasa dirugikan. ”Minimal, hanya boleh beroperasi di jalan desa,” tegasnya.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Kabupaten Madiun Rudi Triswahono mengaku, sejauh ini, pihaknya belum menemukan formulasi yang tepat untuk nasib bentor ke depan. Permasalah­an itu sempat menjadi perbincang­an ramai di kalangan dewan, eksekutif, hingga kepolisian tahun lalu. Namun, kejelasan realisasi kebijakann­ya tak kunjung terpecahka­n. ”Sebab, urusannya perut, tidak bisa serta-merta dilarang,” ucapnya.

Menurut dia, jika keberadaan bentor benar-benar ditiadakan, pemkab harus mencarikan solusi. Salah satunya mencarikan pengganti armada angkutan yang layak jalan dan tidak menyalahi spesifikas­i. Hanya, kekuatan APBD sangat terbatas untuk meng- cover pergantian armada tersebut. ”Ini kan baru masukan. Ya, dibahas dulu. Tidak bisa langsung diputuskan dan dimasukkan dalam raperda,” ujarnya.

Rudi mengakui, regulasi yang tepat bagi bentor bukanlah pelarangan, tapi lebih pada pengaturan jumlah bentor agar tidak semakin beranak pinak. Wacana pelarangan itu harus dibicaraka­n dengan para pengemudi bentor. Sebab, jika diterapkan sepihak, pelarangan tersebut justru dikhawatir­kan mematikan sumber penghasila­n warga. ”Banyak hal yang harus diperhatik­an,” ungkapnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Madiun Setiyono menyatakan, usulan pelarangan bentor memang harus dikaji lebih lanjut sebelum dimasukkan pada raperda. (bel/ fin/c24/diq)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia