Jauhkan Anak dari Paparan Politik Praktis
JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah Anshor prihatin dengan dampak pilkada DKI Jakarta terhadap perkembangan anak-anak. Menurut dia, banyak laporan soal anak-anak yang terkena paparan persaingan menuju DKI 1.
Maria Ulfah mencontohkan munculnya secarik kertas yang ditulis anak SD. Di dalam surat itu, muncul pesan-pesan yang mengarah pada sikap intoleran. ’’Secara tidak langsung, pilkada DKI telah memengaruhi perilaku anak-anak. Mereka sampai bisa mengafirkan anak lainnya,’’ katanya di Jakarta kemarin.
Dia berharap para orang tua tidak mengajari anak-anak untuk mengikuti kegiatan politik praktis. Bahkan, saat menonton kegiatan pilkada DKI di TV seperti debat kandidat, anak-anak sebaiknya harus didampingi. ’’Sudah waktunya orang tua dan guru menanamkan kembali rasa toleransi kepada anak-anak,’’ jelasnya.
Pemimpin Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo mengatakan, saat mengajar, sebaiknya para guru memilih narasi-narasi yang menyejukkan. ’’Bukan narasi yang penuh kekerasan. Diganti dengan narasi penuh cinta,’’ ujarnya dalam diskusi yang diadakan Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (Amsik) kemarin (28/3). Henny menuturkan, sekolah seharusnya dapat menumbuhkan kemerdekaan berpikir terhadap para siswa.
Dia menjelaskan, upaya membangun toleransi kepada anakanak bisa dilakukan dengan menghormati orang yang berbeda agama. Dengan nilai-nilai agama yang dianut, siswa bisa memetik pelajaran untuk saling menghormati. Pilkada DKI maupun pilkada di daerah lainnya adalah ranah orang dewasa. ’’Anak-anak itu dunianya bermain dan belajar,’’ ungkapnya.
Prof Irwanto dari Pusat Kajian Perlindungan Anak (Puskapa) Universitas Indonesia menyatakan, sikap intoleran anak itu bisa muncul dari orang tuanya. ’’Ada semacam monster di kepala orang tuanya,’’ kata dia. Monster itu adalah perasaan takut jika anaknya bergaul dengan anakanak lain yang berbeda agama. Orang tua khawatir keimanan anaknya luntur jika berkawan dengan anak yang berbeda agama. (wan/c19/oki)