Jawa Pos

Insentif Belum Efektif untuk Industri Alas Kaki

-

SURABAYA – Industri alas kaki di Jatim menilai pemangkasa­n pajak penghasila­n (PPh) pasal 21 dan penurunan tarif listrik untuk industri padat karya belum efektif. Lesunya pasar alas kaki global maupun domestik membuat industri berbasis padat karya tersebut harus mengurangi produksi mereka.

Ketua Asosiasi Persepatua­n Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur Winyoto Gunawan menilai insentif itu hanya bisa dirasakan perusahaan besar. ’’Misalnya, untuk penurunan tarif dasar listrik, syaratnya industri harus menambah daya. Secara tidak langsung, hal tersebut mendorong kami untuk ekspansi. Tetapi, bagaimana mau menambah investasi jika pasarnya lesu?’’ ujarnya kemarin (28/3).

Winyoto menambahka­n, industri alas kaki di Jatim pada awal tahun ini mengurangi produksi mereka hingga 50 persen. ’’Pasar ekspor turun 20 sampai 30 persen, sedangkan penurunan pasar domestik lebih tajam lagi, yakni sampai 50 persen,’’ paparnya.

Perusahaan yang berhak mene- rima insentif harus memiliki minimal 2 ribu karyawan dan 50 persen penjualann­ya berorienta­si ekspor.

Menurut Winyoto, hal tersebut berdampak kecil bagi industri alas kaki di daerah seperti Jawa Timur. Dari sekitar 100 ribu perusahaan alas kaki di Jatim, hanya 20 persen yang memiliki karyawan lebih dari 2 ribu orang. Sebesar 40 persen produsen alas kaki di Jatim memiliki karyawan minimal 500–2 ribu pekerja. Perusahaan alas kaki yang memiliki karyawan di bawah 500 pun mencapai 40 persen.

’’Jika diberi insentif, persaingan antara industri besar dan industri kecil di pasar bisa tidak sehat. Bisa membuat industri kecil terjepit,’’ ujarnya.

Selain itu, pihaknya meminta pemerintah segera menggencar­kan kerja sama G-to-G ( government-to- government) untuk memperluas pasar ekspor, termasuk ke AS. ’’Untuk ekspor, mayoritas terkendala G-to-G sehingga di beberapa negara kita masih terkena bea masuk,’’ jelasnya. (vir/c22/sof)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia