RUU Mandek di Kemenkum HAM
Rekrutmen Hakim Tidak Bisa Dilakukan
JAKARTA – Kekurangan hakim di Indonesia mencapai 4.000 orang. Angka yang sangat mendesak untuk segera dilakukan rekrutmen. Namun, proses itu tidak bisa dilakukan karena pembahasan RUU Jabatan Hakim molor.
Selesai dibahas di tingkat DPR, RUU tersebut saat ini dibahas di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). Seharusnya, pembahasan di Kemenkum HAM selesai Desember lalu, dan selanjutnya dibahas di DPR lagi. Namun, karena berlarutlarut di pemerintah, proses selanjutnya tidak bisa berjalan. Konsekuensinya, rekrutmen hakim tidak bisa dilakukan.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menjelaskan, rekrutmen hakim lebih baik dilakukan saat RUU Jabatan Hakim selesai dibahas. ”Kalau MA, Kemen PANRB, dan lembaga lain bisa menyelesaikan persoalaan kelembagaan, silakan mulai,” ujarnya.
Arsul mengakui, kebutuhan hakim yang dilaporkan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) kepada Presiden Joko Widodo tidak sedikit. Karena itu, RUU Jabatan Hakim harus segera tuntas.
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril sependapat dengan Arsul. Idealnya, rekrutmen hakim dilaksanakan setelah RUU Jabatan Hakim selesai. Sebab, dasar hukum rekrutmen hakim juga masih menjadi pertanyaan. ”Ya, sangat ideal apabila selesaikan RUU Jabatan Hakim dulu,” katanya.
Menurut dia, model rekrutmen hakim saat ini masih perlu diperbaiki. Oce tidak sepakat apabila rekrutmen hakim dilaksanakan seperti rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS). Sebab, hakim merupakan pejabat negara. Benteng terakhir penegakan hukum yang juga tempat bagi para pencari keadilan berserah diri.
Dia sepakat dengan poin rekrutmen hakim dalam RUU Jabatan Hakim. Rekrutmen hakim harus melibatkan institusi lain di luar Mahkamah Agung. Misalnya, Komisi Yudisial . Selain KY, MA bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi yang memiliki fakultas hukum jempolan. (syn/c5/ang)