Jawa Pos

Terjebak Cuaca yang Susah Ditebak

-

NGERASA nggak sih, belakangan ini hujan sama gebetan nggak jauh beda? Yap, sama-sama nggak bisa diprediksi kapan datang dan perginya. Sekalinya hujan datang, tiba-tiba angin dan badai langsung menerpa. Bahklan sempat muncul fenomena Equinox yang bikin geger. Equinox merupakan fenomena ketika matahari melewati garis khatulisti­wa yang bisa memicu suhu di bumi meningkat drastis.

Usut punya usut, ternyata Equinox nggak jauh berbeda dengan cuaca panas biasanya. Nah loh, kok ada Equinox saat musim hujan? Well, daripada nebak-nebak sendiri, Rifda Novitarani SSi, prakirawan Badan Meteorolog­i, Klimatolog­i, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, menjelaska­n bahwa sebenarnya hujan deras dalam waktu yang lama dan hampir setiap hari ini bukan hal baru lagi.

Ada dua penyebab utama sehingga pola hujan bikin kamu bingung. Dilihat dari sektor regional, pola angin dan tekanan udara yang berbeda di setiap wilayah bikin cuaca nggak tentu. Masih bingung? Jadi, gini nih, kalau tekanan udara rendah, suhu udara meningkat. Akibatnya, energi lebih banyak terkumpul dan awan yang terbentuk juga makin besar. Nah, karena energi mengumpul terlalu banyak di awan, akhirnya hujan turun deras deh. Rifda mencontohk­an, pada Februari lalu, terdapat pola tekanan yang rendah di wilayah selatan Jawa. Alhasil, massa udara menumpuk di awan. Nah, tumpukan massa itulah yang mengakibat­kan curah hujan tinggi.

Bahkan, Surabaya sempat mengalami hujan es. Nah, hujan es ini disebabkan awan kumulonimb­us (CB) yang tingginya berjarak lima kilometer di atas permukaan laut. Titik 0° Celsius ini adalah titik beku yang membawa awan naik hingga 10 km di atas laut. Akibatnya, suhu makin turun dan air di awan mengkrista­l. Kristal itu lalu ditiup angin dan menyatu hingga berubah menjadi es.

Karena muatannya besar, akhirnya awan CB kelebihan beban. Kelebihan itulah yang menjadi penyebab hujan es. ’’ Jadi, bisa dibilang bahwa hujan es di beberapa daerah sebenarnya adalah normal. Sebab, fenomena alam itu terjadi di beberapa daerah di Indonesia seperti di Majalengka hingga Surabaya yang termasuk wilayah tropis,’’ papar Rifda.

Selain hujan es, fenomena puting beliung juga nggak kalah bikin khawatir. Contohnya di Magetan, Jawa Timur, pada 4 Maret kemarin yang awalnya dilanda hujan deras disertai angin. Padahal, fenomena puting beliung termasuk jarang mampir di wilayah Magetan loh. Puting beliung terjadi karena bertemunya udara panas dengan dingin ketika musim pancaroba.

Hal itu diperparah dengan radiasi matahari pada siang hari yang menumbuhka­n awan secara vertikal. Lantas, pergolakan arus udara dengan kecepatan tinggi terjadi secara tiba- tiba dan acak. ’’ Jadi, kalau kamu berada di daerah yang lapang dan merasa udara berubah lembap disertai angin kencang dan langit penuh awan gelap, bisa jadi itulah pertanda puting beliung akan terjadi,’’ ujar Rifda.

So, kalau kamu berpikir semua fenomena itu punya keterkaita­n erat dengan global warming, emang ada hubunganny­a. Seperti yang kita tahu, pemanasan global berpengaru­h besar pada perubahan musim. Misalnya nih, musim hujan yang seharusnya terjadi mulai Oktober hingga Maret kini berubah hingga April. As we know, cuaca punya dinamika yang nggak bisa diprediksi. Pemanasan global bikin cuaca bisa terus berubah drastis. Jadi, bisa dibilang perubahan cuaca yang terjadi belakangan ini disebabkan dua hal, yaitu fenomena alam dan kegiatan manusia itu sendiri. Contohnya, kebakaran hutan yang bakal memicu ketimpanga­n aktivitas alam. (raf/c14/ivm)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia