Delapan Bulan tanpa Relokasi
SURABAYA – Pedagang Pasar Burung Kupang sudah delapan bulan menganggur. Tempat berdagang mereka dibongkar pemkot saat Surabaya menjadi tuan rumah UN-Habitat pada akhir Juli 2016. Namun, upaya bersih-bersih itu dilakukan tanpa solusi. Hingga sekarang, para pedagang belum mendapatkan tempat pengganti yang dijanjikan.
Muhammad Syamsi menangis ketika melaporkan kondisi pedagang kepada Komisi B DPRD Surabaya Senin (27/3). Suaranya bergetar saat menceritakan sulitnya mencari penghasilan. Dalam sehari, dia hanya mampu meraup untung Rp 35 ribu. ’’Saya tetap jual burung, pakai gerobak, sering dikejar-kejar,’’ kata ayah dua anak tersebut.
Ketua PKL Pasar Burung Kupang Abdul Rahman menerangkan, saat ini ada 145 pedagang yang bernasib sama dengan Syamsi. Pemkot sebenarnya telah menyediakan tempat relokasi di Pasar Karang Pilang. Namun, pasar tidak memungkinkan ditempati. ’’ Tempatnya tidak layak,’’ ujarnya.
Pedagang hanya disodori stan ukuran 1,6 x 2 meter. Pedagang merasa luasan itu kurang. Sebab, satu kandang burung bisa selebar satu setengah meter. Pemkot pun mendesain ulang luasan stan. Kali ini stan dibuat 2 x 3 meter. Tetapi, tempat yang tersedia hanya 60 stan. ’’Nanti yang 85 pedagang sisanya dibawa ke mana?’’ tanya dia.
Ketua Komisi B Mazlan Mansyur menampung keluhan pedagang. Rapat berlangsung kilat karena undangan hanya dihadiri bagian hukum pemkot dan dinas koperasi. ’’Nanti kami juga panggil PD Pasar,’’ tutur Mazlan.
Sementara itu, Pasar Karang Pilang yang disediakan bagi pedagang pasar burung justru berubah menjadi lahan parkir. Berdasar pantauan Jawa Pos kemarin (28/3), ada tiga mobil yang terparkir di atas petak-petak stan tersebut. Seluruhnya merupakan milik warga sekitar. (kik/sal/c14/oni)