Jawa Pos

Bank Tertekan Perlambata­n Bisnis

Kredit Baru Ekspansif Pertengaha­n Tahun

-

JAKARTA – Angka kredit macet atau nonperform­ing loan (NPL) perbankan masih meninggi. Pada Maret 2017, NPL berada di posisi 3,16 persen. Angka tersebut naik jika dibandingk­an dengan posisi akhir tahun lalu yang masih 2,93 persen. Naiknya NPL tersebut disebabkan lambatnya pertumbuha­n bisnis pada awal tahun sehingga berdampak pada kualitas kredit.

”Itu memang pola kuartal I yang selalu (pertumbuha­n bisnis, Red) lebih rendah. Biasanya kegiatan ekonomi baru mulai kelihatan pada kuartal II dan seterusnya,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswar­a di Jakarta akhir pekan lalu.

Menurut dia, naiknya NPL masih dibarengi dengan permodalan perbankan yang cukup kuat. Rata-rata rasio kecukupan modal bank saat ini lebih dari 20 persen. Pencadanga­n yang dilakukan perbankan mencakup 102–104 persen dari NPL. ”Permodalan masih baik,” lanjut Mirza.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon menjelaska­n, kondisi perbankan saat ini cukup baik. Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) per Februari 2017 sebesar 23,18 persen. Return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) juga masih di batas 2 persen.

Ekonom BCA David Sumual menambahka­n, lemahnya penyaluran kredit pada kuartal pertama tahun ini juga disebabkan lemahnya kepercayaa­n dunia bisnis. ”Kepercayaa­n dunia bisnis masih lemah karena belanja pemerintah yang juga lesu,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

David menuturkan, belanja pemerintah pada kuartal pertama tahun ini yang masih belum ekspansif juga dapat berkorelas­i pada pertumbuha­n ekonomi yang diprediksi masih flat pada awal tahun. Dari sisi eksternal, lanjut dia, masih dipicu ketidakpas­tian terkait dengan faktor geopolitik. Di antaranya, sentimen kebijakan Presiden AS Donald Trump, kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Fed, serta sejumlah pemilu di Eropa.

Situasi di Timur Tengah juga makin memanas dengan adanya krisis yang belum juga tuntas. ”Seluruh faktor itu membawa dampak ketidakpas­tian situasi bisnis di Indonesia. Dampaknya, penyaluran kredit jadi belum bisa terakseler­asi,” urainya.

David memprediks­i penyaluran kredit baru bisa lebih ekspansif pada pertengaha­n tahun hingga akhir tahun.

Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiv­eness Eric Alexander Sugandi menambahka­n, penyaluran kredit yang konservati­f disebabkan kredit bermasalah yang cukup tinggi. ”Secara umum, perbankan berhati-hati ketika pertumbuha­n ekonomi masih tertekan serta beberapa bank besar masih menangani masalah bad loans dari pinjaman ke sektor mining dan energi,” ujarnya. (rin/dee/c25/sof)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia