RUU Pemilu Terancam Meleset
Sisa Dua Pekan, Lima Isu Krusial Stagnan
JAKARTA – Target untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan UU Pemilu (RUU Pemilu) akhir April ini terancam gagal. Sebab, dua pekan menjelang deadline, pembahasan sejumlah isu krusial belum juga mendapat titik temu.
Anggota Pansus RUU Pemilu Achmad Baidowi menyatakan, setidaknya ada lima isu yang masih stagnan. Yaitu, alokasi kursi per dapil, angka parliamentary threshold, angka presidential threshold, sistem penentuan caleg terpilih, serta metode konversi suara menjadi kursi.
’’Sebenarnya tinggal lima isu krusial saja yang berat. Kalau yang lain, hanya turunan teknis,’’ ujar pria yang akrab disapa Awik itu kepada Jawa Pos kemarin (14/4).
Pembahasan lima isu tersebut sebenarnya sudah cukup lama macet. Bahkan hampir sebulan yang lalu. Awik tidak menampik hal tersebut. Dia mengakui, pembahasan lima isu krusial tersebut cukup alot. Bukan hanya antara DPR dan pemerintah, melainkan juga di masing-masing fraksi.
Namun, dia menegaskan, opsi masing-masing isu tersebut sudah mengerucut. ’’Sekarang sudah dikerucutkan untuk menjadi masingmasing dua opsi sehingga kalau voting lebih mudah,’’ imbuhnya.
Disinggung soal potensi penyelesaian yang molor dari target, Awik enggan berandai-andai. Saat ini pihaknya masih berupaya agar draf selesai akhir bulan ini. Salah satunya melakukan pembahasan secara maraton. Selain itu, akan dilakukan lobi antar pimpinan partai bersama pemerintah.
Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyatakan pesimistis RUU Pemilu bisa selesai tepat waktu. Sebab, jumlah isu yang belum diselesaikan tidak sebanding dengan waktu yang ada.
Di sisi lain, isu-isu yang tersisa berkaitan erat dengan kepentingan parpol secara langsung sehingga dipastikan pembahasannya berlangsung alot. ’’Saya mulai pesimistis, tapi masih berharap mereka mesti komit,’’ ujarnya.
Mengenai akan dimulainya lobi antar pimpinan partai dan pemerintah, Fadli menilai hal itu nyaris tidak bisa dihindarkan. Namun, dia meminta lobi tersebut tidak dilakukan secara transaksional dan barter norma.
Menurut dia, keputusan soal lima isu krusial tersebut harus selaras dengan semangat memperbaiki proses pemilu serta sesuai dengan prinsip dan asas pemilu. ’’Juga, tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi,’’ terangnya.
Dengan sisa waktu yang ada, Fadli juga mendorong pembahasan dilakukan secara terbuka. Kalaupun lima isu tersebut sudah mengerucut, publik berhak mengetahui apa opsi-opsi yang disiapkan DPR dan pemerintah. ’’Sekarang kan tidak tahu prosesnya sudah sampai mana,’’ ujarnya.
Di tempat terpisah, isu penambahan jumlah kursi untuk DPR telah masuk dalam pembahasan Pansus RUU Pemilu. Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Benny K. Harman menyatakan, penambahan alokasi kursi tidak hanya didasarkan pada penambahan jumlah penduduk, tetapi juga luas wilayah serta kondisi geografis.
Dari hasil pembahasan terakhir, sudah ada kesepakatan penambahan kursi untuk DPR yang ditetapkan dalam RUU Pemilu. (far/bay/c5/agm)