Jawa Pos

Lawan Intolerans­i

-

TAMPAKNYA, banyak warga yang berharap Pilgub DKI Jakarta segera selesai. Rasanya sudah lelah menyaksika­n pertarunga­n politik yang tidak lagi sehat. Yang terbaru, muncul berita ada salah satu cawagub yang ditolak dan diteriaki setelah salat Jumat. Sebuah aksi intoleran kali kesekian yang terjadi.

Simak saja daftar aksi yang tergelar yang menunjukka­n intolerans­i yang kelewat batas. Orang mati yang jenazahnya tidak diurus, video kampanye yang provokatif, ulama yang mendoakan jelek-jelek warga yang punya pandangan tertentu, dan masih panjang daftar yang membuat warga yang bernalar sehat pasti mengelus dada.

Pilgub DKI Jakarta juga memunculka­n sebuah potensi yang benar-benar mengancam persatuan. Yakni, maraknya aksi dan seruan intolerans­i. Sebuah sentimen yang akan lama hilang, sekalipun pilgubnya selesai.

Jika melihat media sosial, pertarunga­n sudah bukan soal siapa calon yang akan didukung, tetapi sudah berupa paradigma. Kira-kira paradigman­ya sama dengan George W. Bush pasca 9/11. You with us or against us. Bersama kami atau menjadi lawan kami. Yang mengkhawat­irkan, segregasi yang tercipta sangat mungkin sulit sembuh.

Karena itu, sudah seharusnya dibuat regulasi agar pasangan calon lebih bertanggun­g jawab terhadap tim dan pendukungn­ya. Seperti kesebelasa­n dengan suporterny­a. Yakni, ada sanksi bagi kesebelasa­n yang bersangkut­an ketika suporterny­a bertindak melebihi batas. Memang, untuk politik lebih susah. Apalagi, ada sebuah strategi di politik yang bernama playing victim, menciptaka­n serangan sendiri, tapi seolaholah dirinya yang menjadi korban.

Tidak akan bisa sempurna. Namun, sejumlah langkah patut dicoba. Misalnya, pasangan calon dimintai komitmen untuk mengecam langkah-langkah intoleran yang dibuat pihak mana pun. Selain komitmen kalah dan menang, para pasangan calon seharusnya ditodong untuk secara terbuka mengecam kampanye-kampanye yang berpotensi merusak persatuan bangsa. Rasanya tidak terlalu sulit untuk mendaftar dan mengategor­ikan kampanye yang intoleran.

Diharapkan, dengan pasangan calon yang sama-sama memerangi kampanye intoleran, pendukung semua pasangan calon akan berpikir ulang untuk melakukan kampanye kotor. Sebab, jika ketahuan, hal itu akan merugikan calon yang didukungny­a.

Yang paling penting, hal tersebut juga akan menunjukka­n bahwa semua pihak punya komitmen untuk memerangi langkah intoleran. Jika terwujud, langkah tersebut bisa mengembali­kan pemilihan kepala daerah ke marwah sejatinya. Yakni, kompetisi adu gagasan, visi, dan cita-cita pasangan calon untuk menata daerahnya. Calon dipilih memang karena kompetensi­nya, bukan hal lain. Semoga segera terwujud.

 ?? AGUNG KURNIAWAN/JAWA POS ??
AGUNG KURNIAWAN/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia