MOAB, Komitmen AS kepada Afghanistan
Ibu dari Segala Bom Bunuh 36 Anggota ISIS
WASHINGTON – Hanya dalam dua pekan Amerika Serikat (AS) unjuk kekuatan militernya. Setelah menyerang Syria dengan 59 rudal penjelajah Tomahawk dan mengirimkan kapal induk ke perairan yang membatasi Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut), kini mereka menyerang militan Islamic State (IS) alias ISIS di Afghanistan.
Bukan dengan bom biasa, melainkan dengan bom nonnuklir terbesar dan terkuat yang dimiliki Negeri Paman Sam. Yakni, GBU-43/B Massive Ordnance Air Blast (MOAB) alias ibu dari semua bom.
Bom yang dibawa pesawat kargo MC-130 itu dijatuhkan di Asadkhel, Distrik Achin, Provinsi Nangarhar, Afghanstan, Kamis (13/4) pukul 19.32 waktu setempat. Sebanyak 36 anggota ISIS tewas dan tidak ada korban dari penduduk sipil. Presiden AS Donald Trump menyebut serangan itu sukses besar. Namun, keputusan AS untuk menjatuhkan MOAB memantik kritik dari berbagai pihak. Sebab, di Afghanistan, hanya ada 600–800 pasukan ISIS.
”Saya tahu jika ISIS brutal dan melakukan berbagai tindakan keji terhadap rakyat kami. Tapi, saya tidak melihat perlunya bom itu dijatuhkan. Bom itu malah meneror rakyat kami. Saudarasaudara saya berpikir jika kiamat sudah tiba,” ujar Wali Kota Achin Naweed Shinwari. MOAB memang bukan bom nuklir, tetapi guncangannya luar biasa. Banyak rumah penduduk di Distrk Achin yang retak dan kaca-kaca rusak. Anak-anak dan orang tua ketakutan luar biasa.
Penduduk mungkin merasakan deja vu atas serangan bom yang dijuluki Daisy Cutter pada Desember 2001. Bom yang masih ”adiknya” MOAB tersebut dijatuhkan di kompleks terowongan Tora Bora, di provinsi yang sama, yakni Nangahar. Osama bin Laden diduga bersembunyi. Dia berhasil lolos, tetapi area Tora Bora dan sekitarnya hancur. Distrik Achin hanya berjarak beberapa mil dari Tora Bora.
Di lain pihak, pemerintah Afghanistan dan Presiden Ashraf Ghani malah mendukung serangan AS. Ghani menegaskan, serangan itu dimaksudkan untuk mendukung Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan dan pasukan tempur AS. Sejak perang berkecamuk di Afghanistan sekitar 16 tahun lalu, AS berkomitmen dengan pemerintah yang berkuasa di Afghanistan. Mereka akan membantu menjaga keamanan negara tersebut hingga 2024.
Banyak pengamat yang menyatakan, peluncuran MOAB merupakan wujud komitmen AS terhadap Afghanistan. Mereka seakan menunjukkan bahwa AS tidak akan melupakan negara tersebut. Afghanistan sempat khawatir jika negaranya akan berubah seperti Iraq pada 2014. Setelah banyak pasukan AS ditarik, ISIS kembali merajalela hingga beberapa kota kembali ke tangan militan Islam tersebut.
Apalagi, H.R. McMaster, penasihat keamanan nasional AS saat ini, pernah terlibat dalam perang di Afghanistan. Namun, pendapat berbeda dilontarkan mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai. Dia menganggap, Paman Sam telah menggunakan negaranya sebagai tempat untuk menguji coba senjata baru dan berbahaya. Karzai menyebut tindakan AS tak manusiawi.
Militer AS tak mau disalahkan. Komandan Pasukan AS di Afghanistan Jenderal John Nicholson menyatakan bahwa langkah mereka sudah benar. ”Ini adalah senjata yang tepat untuk target yang tepat. Ini juga waktu yang tepat untuk menggunakannya sebagai taktik terhadap musuh di medan perang,” ujarnya. (AFP/ CNN/The Guardian/sha/c21/any)