Jawa Pos

Paling Sedih Dampingi Nirmala Bonat

-

Dia berupaya menjelaska­n surat dakwaan tersebut dengan bahasa yang sederhana agar bisa dipahami Aisyah dengan baik.

”Saya kasih tahu Aisyah bahwa hari ini dia dibawa ke pengadilan untuk mendengark­an dakwaan seperti sidang sebelumnya,” kata Saiful.

Tanpa membutuhka­n waktu lama, Aisyah bisa memahami apa yang dimaksud Saiful tanpa terlihat bingung sedikit pun. Tidak seperti pada sidang pertama bulan lalu, saat itu Aisyah terlihat masih bingung dan stres.

Saiful menyatakan, pada sidang kali ini, Aisyah terlihat lebih bugar. Dia juga tidak tampak gugup seperti pada sidang pertama.

”Dia sepertinya sudah siap. Berbeda dengan saat sidang pertama. Saya melihat dia gemetar,” tutur Saiful. ”Tadi dia malah sempat menyalami dan mencium tangan saya sampai tiga kali,” ungkap ketua DPC PKB Malaysia itu.

Sebagai sesama WNI, Saiful merasa perlu memberikan semangat kepada Aisyah. ”Saya ingatkan dia untuk terus semangat. Saya katakan, adanya tujuh pengacara yang mendamping­i dia itu merupakan dukungan. Jadi, Aisyah harus tetap semangat,” tambahnya.

Sebagaiman­a diketahui, Aisyah dituding terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-nam, kakak tiri pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un. Aisyah adalah warga Serang, Banten.

Aisyah bukan WNI pertama yang didampingi Saiful. Saiful menyatakan, sangat banyak WNI bermasalah yang didampingi­nya. Jumlahnya sampai ribuan. Dia tidak ingat persis totalnya. ”Saya memulai profesi ini sudah cukup lama. Sejak 1992 atau sudah 25 tahun,” kata pria asal Bawean, Jawa Timur, tersebut.

Awalnya, Saiful merantau ke Malaysia untuk memperbaik­i nasib. Seperti kebanyakan TKI (tenaga kerja Indonesia) lainnya, Saiful berharap bisa mendapat pekerjaan dan pendapatan yang layak untuk membiayai keluargany­a di tanah air.

Dalam perjalanan waktu, Saiful akhirnya punya kedekatan dengan orang-orang KBRI Kuala Lumpur (KL). Dan, karena kedekatan itu, KBRI KL akhirnya memberikan pekerjaan sambilan kepada Saiful sebagai juru bahasa untuk membantu para WNI yang bermasalah dalam persidanga­n. Saat itu, di pengadilan Malaysia belum ada juru bahasa Indonesia yang bisa membantu WNI yang menjadi terdakwa atau korban.

Awalnya, Saiful mengaku tidak percaya diri untuk menerima tawaran pekerjaan tersebut. ”Soalnya, saya enggak pernah (jadi juru bahasa, Red) sebelumnya. Tapi, akhirnya saya mau coba bantu. Kebetulan, waktu itu sedang banyak kasus,” ungkapnya.

Selama 1–2 tahun pertama, Saiful terus-menerus mendamping­i WNI bermasalah dalam sidang. Tidak hanya di Kuala Lumpur, kota tempat tinggalnya, tapi juga ke seluruh penjuru Malaysia. Di mana ada sidang yang melibatkan WNI sebagai terdakwa maupun korban, dia akan meluncur ke sana. ”Saya keliling Malaysia jadinya. Bahkan sampai Sabah dan Serawak di Borneo,” tutur pria yang tinggal di kawasan Ampang, Kuala Lumpur, itu.

Setelah bertugas selama dua tahun, Saiful memutuskan untuk mundur. Dia ingin pulang kampung ke Indonesia. Namun, pada 1999, dia kembali ke Malaysia. Kali ini dia mantap memilih profesi juru bahasa itu. Sesampai di Malaysia, Saiful yang sudah berpengala­man menjadi penerjemah langsung membuat permohonan resmi ke pengadilan Malaysia dan dikabulkan. Sejak itulah dia kembali menjadi juru bahasa freelance di pengadilan Malaysia.

Sepanjang karirnya, entah sudah berapa ribu sidang yang diikuti Saiful. Kasusnya pun beragam. Pada awal karirnya, kasus pembunuhan dan narkoba cukup mendominas­i. Belakangan, kasus tindak pidana perdaganga­n orang (TPPO) makin banyak. Kasus TPPO, kata Saiful, juga merupakan kasus yang cukup memakan waktu dan energi.

”Jumlah saksinya biasanya banyak sekali. Saya pernah mendamping­i sidang kasus TPPO di Pahang. Saksinya sampai 20 orang. Tapi, proses sidangnya cukup cepat. Malaysia memang sedang concern dengan kasus TPPO.”

Di antara banyak perkara itu, kasus penyiksaan terhadap TKW Nirmala Bonat oleh majikannya pada 2004 paling berkesan bagi Saiful. Mengikuti kasus itu dan mendamping­i korban (Nirmala Bonat) dalam sidang membuat hati Saiful teriris. Dia tidak tega melihat kondisi fisik Nirmala yang sangat menyedihka­n. Nirmala mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya yang kurus kering.

Saiful juga mengaku sedih saat mendamping­i TKW Siti Hajar yang tidak kalah menderita. ”Hidungnya sampai geser. Dipukul ulekan untuk bumbu,” ungkapnya.

Makin banyak sidang yang diikuti membuat Saiful harus terus belajar hukum. Meski tidak pernah mengenyam pendidikan formal tentang hukum, dia harus bisa memahami hukum, terutama hukum yang berlaku di Malaysia.

”Saya belajar banyak dari teman-teman pengacara. Sebagai juru bahasa, saya kan harus paham hukum,” terangnya.

Selain Saiful, ada tiga juru bahasa Indonesia lain yang mengikuti jejak Saiful yang bekerja di pengadilan Malaysia. Mereka berbagi tugas mendamping­i WNI bermasalah. Dalam sehari, rata-rata mereka mengikuti 1–2 sidang.

”Tapi, satu sidang bisa lama waktunya,” kata pria kelahiran 1 Agustus 1966 tersebut.

Saiful juga kerap menjadi motivator dadakan bagi para terdakwa yang didampingi­nya. Saiful mengaku sering memberikan nasihat kepada para terdakwa di sela-sela sidang. ”Kalau kasusnya narkoba, biasanya saya tanya kenapa bisa begini. Saya nasihati sebagai sesama WNI dan saya beri semangat agar bisa lebih baik lagi,” tuturnya.

Selain keliling Malaysia dari satu pengadilan ke pengadilan lain, Saiful menjalanka­n bisnis kecil-kecilan di bidang garmen. ”Saya juga aktif di DPC PKB dan NU Malaysia. Saya senang berorganis­asi,” tandas dia. (*/c5/ari)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia