Tetesan Air Mata Warnai Jalan Salib
SURABAYA – Perayaan Jumat Agung diperingati seluruh umat Katolik dan Kristiani kemarin (14/4). Ratusan jemaat memadati Gereja Katolik Hati Kudus Yesus untuk menyaksikan visualisasi Jalan Salib. Sedikitnya 2.500 jemaat mengikuti kebaktian Jumat Agung di Gereja Bethany Sukomanunggal.
Suasana berduka pun menyelimuti gereja. Tidak ada dekorasi. Hanya tampak kain ungu yang menyelimuti salib. Warna ungu yang melamba- ngkan pertobatan, penitensi, dan penderitaan.
Dengan mengenakan baju berwarna gelap, para jemaat duduk dan tertunduk. Senyap. Visualisasi Jalan Salib dibuka sekaligus mengantar doa oleh Romo Kepala Paroki Hati Kudus Yesus RD Yuventus Fusi Nusantoro.
Pada peringatan Jumat Agung para umat Katolik di seluruh dunia tidak menjalankan misa
Hanya ada ibadat yang dilakukan pukul 15.00 sebagai waktu wafatnya Yesus. Namun, untuk melayani banyaknya umat, jadwal ibadat pun ditambah menjadi pukul 12.00 dan 18.00.
Misa pada Sabtu Suci atau malam Paskah akan dilaksanakan di Gereja Katolik Hati Kudus ’’ Yesus hari ini pukul 18.00. Pesan Paskah tahun ini keselamatan untuk manusia. Manusia sudah terjauhkan dari Allah dari dosa mereka. Yesus datang meski dunia menolak,’’ tutur Romo Fusi.
Pukul 08.05 visualisasi Jalan Salib dimulai. Alunan musik pembuka menambah atmosfer syahdu di dalam gereja. Sosok Yesus yang diperankan Franciscus Yogi duduk bersimpuh di lantai altar. Yesus dikisahkan berdoa di Taman Getsemani. Penampakan Yesus berjubah putih dan tertunduk lesu. Matanya berurai air mata. Dia mengetahui bahwa waktunya tidak lama lagi.
Pengorbanannya menebus dosa umat manusia itu membuat beberapa jemaat yang menyaksikan pertunjukan tersebut meneteskan air mata. Anak-anak pun larut ’’ dalam suasana sedih. Visualisasi Jalan Salib ini mengambil cerita dari Injil Matius dan Yohanes,’’ ucap Erick Saputra, sutradara visualisasi Jalan Salib.
Meski visualisasi dilaksanakan kemarin (14/4), para jemaat sudah menjalani Jalan Salib setiap hari Jumat pada 40 hari masa sebelum Paskah. Jumat Agung merupakan salah satu hari pada pekan suci yang diawali dengan Minggu Palma. ’’
Alurnya adalah kesengsaraan, wafat, kemudian kebangkitan Yesus,’’ tutur Romo Fusi.
Pementasan dibawakan dengan apik oleh 70 pemain dengan bantuan 12 kru. Para pemain merupakan gabungan dari Paroki Santo Mikael, Universitas Katolik Darma Cendika, dan Paroki Gembala yang Baik. Mereka berusia 13–30 tahun.
Menurut Erick, cerita yang dibawakan secara garis besar sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal yang paling penting adalah pendalaman karakter. Selama tiga bulan para pemain digenjot untuk menghayati karakter sekaligus ’’ meresapi makna cerita. Pendalaman dilakukan dari menonton film, membaca Alkitab, dan meditasi,’’ katanya.
Raut semringah terpampang dari pemeran utama, yakni Franciscus Yogi sebagai Yesus, setelah pementasan. Dia merangkul sanak saudaranya yang sudah menunggu. ’’
Puji Tuhan. Saya bisa memerankan sosok yang sangat luar biasa,’’ ucapnya haru. Pria 27 tahun tersebut kembali meneteskan air mata. Pementasan itu merupakan pengalaman pertama, tetapi sangat berkesan.
Sementara itu, sejak pukul 08.00 para jemaat berdatangan untuk mengikuti Jumat Agung di Gereja Bethany Sukomanunggal. Di hall yang berkapasitas 3.000 orang, kursi abu-abu berjajar rapi. Dinding gereja tertutup kelambu abu-abu.
Pukul 09.30 kebaktian dimulai. Acara diawali pujian. Dua penyanyi, Audi Jane dan Yonathan Fandy, dengan diiringi band dari Gereja Bethany membawakan lagu-lagu rohani. Tidak sedikit jemaat yang mengangkat tangan sebagai bentuk ungkapan mengagungkan Tuhan.
Semakin lama semakin banyak jemaat yang berdatangan. Bahkan, lantai 2 gedung gereja itu pun mulai dipadati jemaat. Memang hari ini dianggap sebagai hari di mana Yesus mati menebus dosa para umatnya. Suasana khidmat semakin mendukung dengan lampu yang temaram dari atas gedung.
Acara pun berlanjut dengan pembacaan firman Tuhan. Pendeta Henry Susanto hadir sebagai pembaca firman. Petikan gitar dan nada piano menjadi latar belakang pembacaan firman yang berlangsung 45 menit itu.
Tidak terasa, 45 menit berlalu. Acara dilanjutkan dengan Perjamuan Kudus yang dipimpin Pendeta Agung Atyanta. Satu per satu jemaat mengambil sepotong roti dan memakannya. Sepotong roti dilambangkan sebagai tubuh Yesus yang merupakan tanda bahwa mereka menyatu dengan Yesus. Sebagai pelengkap, mereka meminum seteguk anggur yang melambangkan darah Yesus. Sebagai tanda akhir kebaktian Jumat Agung di Gereja Bethany Surabaya, Pendeta Agung memimpin doa. (esa/gal/c15/git)