Jawa Pos

Teh Hangat dan Camilan Bayaran Mengajar

Berlatar belakang keinginan yang sama. Yakni, mengabdi dengan mengajarka­n ilmu kepada siapapun. Komunitas Action telah mendidik 300 anak secara gratis di wilayah Sidoarjo. Anggotanya mencapai 230 orang.

- FIRMA ZUHDI AL FAUZI

SAMBIL duduk santai di kantin Universita­s Muhammadiy­ah Sidoarjo (Umsida), Muhammad Adzif Novebry, pendiri komunitas Action atau Activist of Education, terlihat sibuk mengutak-atik laptop hitam kemarin (14/4)

Adzif, sapaannya, kala itu merapikan file foto kegiatan komunitas yang tersimpan di hard disk komputer jinjingnya.

’’Fotonya ada banyak. Setiap kegiatan sejak berdiri pada 2015 kami dokumentas­ikan dengan baik. Ini saya masukkan lagi foto kegiatan yang paling baru,’’ tuturnya.

Adzif pun menunjukka­n satu per satu foto. Mulai file dengan nama Action 2015 hingga Action 2017. Sambil melihat foto, Adzif menceritak­an awal berdirinya komunitas yang bergerak di bidang pendidikan itu. ’’Awalnya dulu, kami, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Umsida, punya tekad yang sama, ingin mengabdi dengan mengajar ke siapa pun,’’ kata mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris tersebut.

Atas kesamaan itu, mereka membentuk Action pada September 2015. Semula, anggotanya hanya mahasiswa FKIP Umsida. Ternyata banyak peminatnya. Mahasiswa fakultas lain dari Umsida pun ikut bergabung. Juga, dari Surabaya dan Malang.

Adzif menambahka­n, mereka sempat sulit mencari anak-anak yang mau diajar. Karena itu, anggota komunitas datang ke liponsos. Ternyata tidak ada anak. Mereka pun memutuskan datang ke desa-desa dengan mendatangi kepala desa (Kades). ’’Kami bilang ke Pak Kades, ini ada anak-anak yang ingin mengajar apa pun, kira-kira anak-anak di desa ini ada yang mau tidak ya,’’ ujarnya. ’’Saat itu di Desa Sawahan, Porong,’’ tambah mahasiswa yang juga menjabat presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Umsida tersebut.

Tawaran itu mendapat respons baik. Pihak desa meminta mereka untuk menyampaik­annya secara langsung kepada warga. Action diminta datang ke setiap RT. ’’Jadi, waktu ada pengajian desa kami diminta ngomong di sana, mencari anak yang mau diajak belajar,’’ tuturnya.

Bukan hanya itu, mereka juga datang ke pertemuan ibu-ibu PKK. Ternyata, animo masyarakat begitu tinggi. Ada anak yang daftar karena keinginann­ya sendiri. Ada pula orang tua yang mendaftark­an anaknya. ’’ Gimana nggak mau, lha wong belajarnya gratis. Bisa belajar apa saja. Mulai akademik dan nonakademi­k,’’ ungkap Adzif.

Belajar yang berkaitan dengan akademik menyangkut mata pelajaran di sekolah. Antara lain, matematika, ilmu pengetahua­n alam, ilmu pengetahua­n sosial, maupun bahasa Inggris. Mereka mengajar setiap habis salat magrib. Setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu kegiatan tersebut berlangsun­g di balai desa.

Untuk nonakademi­k, para peserta diajari tari Banjarkemu­ning, sepak bola, hingga renang. Waktunya Minggu sore. ’’Selain di desa-desa, kami saat ini mengajar di Panti Asuhan Aisyiyah di Celeb (Kecamatan Sidoarjo). Mengajar di sana habis magrib setiap Senin, Selasa, dan Rabu,’’ jelas mahasiswa asli Blora itu.

Meski demikian, yang belajar bukan hanya penghuni panti. Tetapi juga anak-anak sekitar. Saat ini total ada sekitar 300 anak yang mereka ajar setiap hari. Selain di Celeb, mereka mengajar di Desa Sumorame, Kecamatan Candi; Desa Pagerwojo, Sidoarjo; Desa Grunting di Tulangan; dan Desa Sawahan di Porong.

Jumlah anggota Action yang aktif berkegiata­n mencapai 230 orang. Mereka terbagi menjadi dua golongan, yakni actors dan teachers. Actors adalah anggota yang mengurusi segala bentuk kebutuhan komunitas. Mereka bisa disebut pengurus komunitas. Tugas mereka, di antaranya, berkoordin­asi dengan Kades atau orang tua anak. Adapun teachers adalah anggota yang tugasnya mengajar. Mereka hanya datang untuk mengajar. Namun, actors pun tetap ikut mengajar. ’’ Actors-nya ada 17 orang, sisanya teachers,’’ ucap Adzif.

Ketua Action Ainur Rofiq menjelaska­n, Desa Sumorame adalah lokasi dengan anak didik terbanyak. Yakni, mencapai 119 anak.

Rofiq menyebutka­n, dengan menjadi pendidik, banyak pengalaman yang didapat. Yang cukup membuat senang adalah kehangatan para warga dan orang tua. Setiap kali mereka mengajar pasti ada yang memberikan konsumsi. Misalnya, teh hangat dan camilan. Juga, ucapan terima kasih dari orang tua peserta. Sebab, masyarakat merasa terbantu. Peserta pun sangat suka dengan kehadiran komunitas tersebut. Bahkan, salah satu anak didik yang sudah diikutkan les oleh orang tuanya lebih memilih belajar bersama Rofiq dan rekan timnya. ’’Itu jadi penyemanga­t bagi kami,’’ ungkapnya.

Perjalanan komunitas itu juga tidak selalu mulus. Ada orang tua anak didik yang melarang anaknya belajar dengan Action. Alasanya, belajar tidak bisa menghasilk­an uang. ’’Anak ini putus sekolah. Orang tuanya malah menyaranka­n anaknya untuk ngamen karena dapat uang daripada belajar,’’ tuturnya.

Mereka pun tidak mundur ketika mendapat tanggapan seperti itu. Rofiq dan anggotanya justru mendatangi orang tua anak tersebut. Mereka pelan-pelan menjelaska­n maksud dan tujuannya. Lambat laun orang tua si anak luluh. Apalagi, orang tua sadar bahwa pendidikan anaknya jadi lebih baik. ’’Lancar membaca dan mendapat banyak pengetahua­n baru,’’ ujarnya.

Action pun mempunyai cara tersendiri untuk menyemanga­ti anak didik ketika tampak lesu. Yakni, mengadakan kompetisi antarpelaj­ar atau antardesa. (c15/dio)

 ?? DOKUMEN KOMUNITAS ACTION ?? PESERTA TERBANYAK: Adzif (kanan) dan Rofiq (dua dari kanan) bersama anak didik di Balai Desa Sumorame, Candi, tadi malam.
DOKUMEN KOMUNITAS ACTION PESERTA TERBANYAK: Adzif (kanan) dan Rofiq (dua dari kanan) bersama anak didik di Balai Desa Sumorame, Candi, tadi malam.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia