Jawa Pos

Stres Menumpuk, Rawan Berperilak­u Menyimpang

-

PENCABULAN masih marak terjadi. Fenomena ini tentu sangat meresahkan. Sebab, tak hanya korban yang mulai menyasar usia belia. Pelakunya pun banyak yang masih muda. Dalam konteks motif pelaku, psikolog RSUD Sidoarjo Elok Kartika Sari membaginya dalam dua kategori. Yakni, motif internal dan motif eksternal.

’’Kondisi emosi yang sedang labil bisa jadi memicu pikiran-pikiran negatif,’’ ujar Elok kemarin (15/4). Menurut dia, lemahnya kontrol emosional seseorang sangat mendominas­i perilaku yang me nyimpang. Sebaliknya, situasi psikologis yang kon dusif bisa menjadi tameng yang meng hadang perilaku penyimpang­an seksual tersebut.

Elok menegaskan, seorang individu kerap mengabaika­n persoalan yang sedang dia hadapi. Padahal, stres yang menumpuk rawan membuatnya mencari pelampiasa­n. Ka rena itu, mengenali konflik batin yang sedang terjadi pada diri sendiri sangatlah penting. Salah satu tandanya adalah mood yang berubahuba­h. Kalau sudah mencapai titik stres berlebih, seseorang harus mulai cooling down. Memahami isi hati sendiri untuk diarahkan ke perilaku postif.

’’Ini disebut coping stress dalam psikologi. Yaitu, kemampuan seseorang dalam mengatasi stres, depresi, atau konflik batin. Sulit memang yang satu ini,’’ papar Elok. Dalam situasi tersebut, peran orang-orang terdekat sangat urgen. Kemampuan untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain juga tak kalah penting.

Jika orang itu berada di lingkungan yang baik, dia akan ’’sembuh’’. Tapi, bila lingkungan sekitar tidak meningkatk­an coping stress, perilakuny­a berpotensi menyimpang. Karena stres bisa disebabkan banyak faktor, Elok menyaranka­n, tidak ada salahnya bercerita kepada orang yang dipercaya. Namun, harus benar-benar bisa memfilter mana pendapat yang solutif dan mana yang justru menjerumus­kan.

’’Setidaknya curhat saja bisa meringanka­n beban pikiran. Kalau tidak bisa cerita semua, ya sebagian saja,’’ ujar Elok.

Sebagai makhluk sosial, lanjut Elok, harus disadari bahwa orang lain membutuhka­n pengawasan dari orang di sekitarnya. Tidak perlu berlebihan. Namun, komunikasi yang baik dan intensif harus dijalin. Dengan begitu, setiap individu tidak perlu menyalurka­n emosinya ke hal-hal negatif. Apalagi, bila orang bersangkut­an memiliki pemahaman norma sosial dan agama yang lemah.

’’Pendidikan yang memasukkan kurikulum psikologis rasanya sudah harus digalakkan,’’ ucap Elok. Selain faktor internal, pelaku dipengaruh­i faktor eksternal. Misalnya kebiasaan menonton film porno atau berhubunga­n dengan lawan jenis secara tidak sah.

Di sisi lain, semua pihak harus mengantisi­pasi potensi menjadi korban. ’’Walaupun masih anak-anak, jangan biasakan nggak pakai baju ke luar rumah. Laki-laki atau perempuan sama saja aturannya,’’ ucap Elok. Dia menegaskan, sejak usia dini, anak-anak harus dibekali pengetahua­n mengenai seksualita­s.

’’Dari awal harus diajari tentang anatomi tubuh. Bahwa tubuh itu milik si anak, jangan boleh dipegang orang lain. Jangan diperlihat­kan sisi vitalnya juga,’’ terang Elok. Semakin usia bertambah, anak-anak juga harus dikenalkan dengan cara menghargai diri sendiri. Yang paling penting adalah kontrol dari orang tua.

Orang tua zaman sekarang kerap kali tidak mengenal kawan-kawan anak mereka. Padahal, praktik penyimpang­an bisa terjadi dalam peer group (kelompok teman sebaya). ’’Makanya, orang tua juga harus belajar cara mengajarka­n pendidikan sek sual sesuai jenjang usia anak,’’ pungkasnya. (via/c17/pri)

Walaupun masih anak-anak, jangan biasakan nggak pakai baju ke luar rumah. Laki-laki atau perempuan sama saja aturannya.’’ Elok Kartika Sari, psikolog RSUD Sidoarjo

 ?? DOK PRIBADI ??
DOK PRIBADI

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia