Jawa Pos

Menagih Janji Presiden soal KNKS

-

KEUANGAN syariah kembali menggeliat. Di industri perbankan, market share bank syariah tahun lalu untuk kali pertama berhasil menembus 5 persen, yaitu 5,3 persen. Selama 2016, aset tumbuh 20,33 persen dari Rp 296,26 triliun per Desember 2015 menjadi Rp 356,50 triliun pada tutup tahun 2016. Pembiayaan dan laba rata-rata naik mengikuti pertumbuha­n aset, yaitu 20,83 persen dan 17,36 persen.

Perkembang­an bank syariah tersebut juga diikuti industri keuangan syariah lain. Industri asuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah, koperasi syariah, dan sebagainya, tumbuh 17 hingga 24 persen.

Menggeliat­nya industri keuangan syariah tersebut, tentu saja, memberikan suntikan semangat pengembang­an keuangan syariah. Keuangan syariah relatif selama ini memang lebih aman di mana seluruh transaksi didasarkan atas underlying assets dan underlying transactio­n yang tidak menimbulka­n bubble.

Bagi Indonesia, perkembang­an itu harus menjadi momentum. Sebab, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, kontribusi keuangan syariah Indonesia secara global masih sangat kecil. ICD Thomson Reuters mencatat (2016), aset keuangan syariah Indonesia hanya berada di urutan ke-9 dari 20 negara dengan aset keuangan syariah terbesar di dunia. Indonesia jauh berada di bawah Malaysia yang berada di peringkat pertama (USD 423 miliar), Arab Saudi (USD 388 miliar), dan Iran (USD 323 miliar). Aset keuangan syariah Indonesia yang USD 35 miliar tak lebih dari 8 persen Malaysia.

Secara global, akselerasi keuangan syariah memang luar biasa. Dari sisi institusi, misalnya. Diawali hanya dari bank Islam komersial, kini institusi keuangan syariah global sudah merambah ke takaful, investment companies, asset management companies, broker-dealer Islamic investment bank, dan e-commerce. Begitu juga dari sisi jenis dan macam produk keuangan Islam. Jika dulu hanya produk-produk dasar bank komersial yang tersedia, kini produk keuangan syariah sudah beraneka ragam seperti asuransi syariah (takaful), keuangan mikro syariah, kartu kredit syariah, gadai syariah, reksa dana syariah, sukuk, multifinan­ce, dan berbagai produk syariah di pasar modal.

Pertumbuha­n produk keuangan dan perbankan syariah di pasar global dipastikan akan semakin pesat. Ada permintaan pasar luar biasa yang terus merangsang tumbuhnya institusi-institusi keuangan dan produk-produk keuangan baru yang berbasis pada syariah Islam. Hal tersebut tentu tak akan bisa dihindari sebagai konsekuens­i atas perkembang­an pasar keuangan global.

Di Indonesia, sejak dikenalkan kepada masyarakat muslim pada awal 1990-an, industri keuangan syariah hingga saat ini masih sangat kecil. Market share industri keuangan syariah seperti perbankan syariah, asuransi, sukuk, reksadana, microfinan­ce, pegadaian, dan multifinan­ce, rata-rata masih sekitar 5 persen. Fakta tersebut tentu merupakan ironi. Aset kurang dari 5 persen merepresen­tasikan bahwa baru sedikit umat Islam yang menyadari pentingnya berekonomi sesuai syariah.

Komitmen Rendah Banyak penyebab mengapa ekonomi syariah belum memasyarak­at. Salah satunya adalah belum adanya komitmen umat Islam untuk menjalanka­n seluruh kehidupan ini sesuai syariat. Syariat banyak dipahami sebatas pada hal-hal yang berkaitan dengan ibadah seperti salat, puasa, zakat, atau ibadah haji. Sementara itu, urusan nonibadah ( muamalat) yang berkaitan dengan hubungan antarmanus­ia seperti politik, ekonomi, dan bisnis seakanakan tidak berkaitan dengan syariah.

Penyebab lain adalah belum adanya komitmen yang kuat dari pemerintah untuk membesarka­n industri keuangan syariah. Memang, regulasi dan perangkat bagi industri keuangan syariah ini sudah dibuat. Sosialisas­i, edukasi, dan pengawasan juga sudah dilakukan. Bahkan, pemerintah sudah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang langsung dipimpin Presiden Joko Widodo. Namun, belum tampak ada komitmen yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk memajukan industri keuangan syariah ini.

Presiden menyampaik­an rencana pembentuka­n KNKS sejak 2015. Secara resmi, KNKS dibentuk dengan dikeluarka­nnya Perpres 91/2016 pada 3 November 2016. Meski begitu, hingga sekarang belum terlihat kerja nyatanya. Setelah 1,5 tahun diwacanaka­n untuk mengejar ketertingg­alan, saat ini baru disusun organisasi­nya.

Kita sangat berharap KNKS bisa bekerja maksimal dalam mengembang­kan keuangan syariah. Bukan saja membuat konsep dan sosialisas­i, KNKS perlu kerja nyata yang secara langsung berdampak besar terhadap pengembang­an keuangan syariah.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah mengajak Kementeria­n Agama untuk ikut mempercepa­t pengem- bangan keuangan syariah. Kemenag yang seharusnya menjadi garda depan bagi pengembang­an keuangan syariah di Indonesia justru terlihat enggan melibatkan diri. Belum ada keberpihak­an dari Kemenag terhadap industri keuangan syariah dengan menempatka­n dananya hanya di perbankan syariah, kecuali penempatan dana haji.

Jika Kemenag memiliki komitmen itu, bukan saja aset industri keuangan syariah akan membesar, tapi juga membawa dampak berantai kepada seluruh pegawai dan guru di bawah Kemenag dan masyarakat umum untuk menggunaka­n pelayanan keuangan syariah. Ini bukan saja baik bagi industri keuangan syariah, tapi juga bagi masyarakat muslim sendiri, karena dengan demikian bisa menjalanka­n syariah dalam bidang ekonomi dengan baik.

Selain mengajak Kemenag, banyak hal bisa dilakukan KNKS. Pembentuka­n BPJS Syariah, mendorong sukuk korporasi, pengembang­an lembaga keuangan mikro syariah, asuransi, pasar modal, dan mendorong pengembang­an lembaga zakat dan wakaf akan membuat industri keuangan syariah akan berkembang pesat dan kokoh. (*) *) Dosen dan ketua Lembaga Pengembang­an Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair

 ??  ?? IMRON MAWARDI*
IMRON MAWARDI*

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia