Tanggap Darurat Tambah Sepekan
BPBD Prioritaskan Korban Selamat
PONOROGO – Masa tanggap darurat bencana tanah longsor di Desa Banaran, Pulung, diperpanjang hingga sepekan ke depan. Alasannya, masalah kedaruratan belum tuntas. ”Korban selamat dan keluarga korban jadi prioritas utama. Mereka kami nilai masih butuh penanganan lebih lanjut,” kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo Setyo Budiono kemarin (16/4).
Masalah darurat yang mendesak, lanjut dia, cukup beragam. Mulai penyedian hunian sementara (huntara), kebutuhan logistik, hingga penanganan psikologis. Ada sekitar seratus korban selamat yang terdampak tanah longsor. Lantaran kehilangan anggota keluarga dan rumah hingga masuk zona berbahaya, mereka akhirnya mengungsi.
Huntara pengungsi dipastikan sudah siap, bahkan mulai ditempati kemarin. Beberapa lainnya masih tahap pemindahan. ”Secara keseluruhan sudah selesai. Tinggal sanitasi dan MCK yang butuh penyelesaian akhir,” ungkap Budi –sapaan akrabnya– sambil menyebut masa tanggap darurat seharusnya berakhir pada Sabtu (15/4).
Logistik juga menjadi bagian masa tanggap darurat. Bantuan logistik cukup hingga sebulan ke depan. Saat ini bantuan tersebut tersimpan di beberapa titik. Dibutuhkan koordinasi agar distribusi tidak bertabrakan. Pihaknya, terang Budi, melibatkan karang taruna untuk membantu distribusi. ” Tetapi, tetap harus melapor kepada kami sebagai koordinator utama masa tanggap darurat ini,” tegasnya.
Masa tanggap darurat yang diperpanjang hingga Sabtu (22/4) juga berfokus pada pendampingan, terutama psikologis korban. Banyak relawan trauma healing yang datang. Bahkan, hingga ada yang berasal dari luar daerah.
Karena itu, dibutuhkan penjadwalan. Selain supaya tidak berba- rengan, tujuannya adalah menyiasati korban agar tidak bosan. ”Prinsipnya, penanganan manusianya yang diutamakan,” ujarnya.
Menurut Budi, penanganan masa tanggap darurat juga memprioritaskan antisipasi korban tambahan. Sebab, lokasi bencana masih rawan. Tak pelak, lokasi itu ditetapkan sebagai zona merah. Masyarakat dilarang keras memasuki areal tersebut, mulai zona A hingga D. Pihaknya, imbuh Budi, sudah memasang rambu peringatan hingga garis polisi di sejumlah jalan masuk.
Namun, ternyata masih ada warga yang melanggar. Mereka nekat menerobos. Ironisnya, mereka hanya ingin melihat-lihat. Tak pelak, lokasi bencana bak tempat wisata. ”Kami harap masyarakat menahan diri untuk melihat. Selain berbahaya, mengganggu penanganan,” tegasnya.
Sekitar seratus warga datang di Banaran setiap hari hanya untuk melihat. Namun, banyak dermawan yang juga datang untuk memberikan bantuan langsung ke rumah kepala desa. Logistik tidak diserahkan ke posko. Padahal, kendaraan yang digunakan tidak sesuai dengan medan. Banyak yang tidak kuat menanjak. Akibatnya, dibutuhkan penanganan relawan karena megakibatkan macet. ”Benar-benar menggangu dan menyita waktu,” ucapnya. (agi/sat/c24/diq)