Jawa Pos

Berputar-putar, Abaikan Fakta Persidanga­n

Replik Jaksa dalam Kasus Pelepasan Aset PT PWU

-

SIDOARJO – Jaksa mati kutu menanggapi pembelaan Dahlan Iskan dalam kasus pelepasan aset PT PWU Jatim yang disampaika­n Jumat lalu (14/4). Akibatnya, dalam pembacaan replik kemarin (17/4), jaksa berputarpu­tar pada persoalan yang sudah disampaika­n dalam tuntutan. Poinpoin yang ditegaskan pihak Dahlan dalam pembelaan (pleidoi) tidak mampu mereka jawab.

Yang paling telak adalah perihal izin DPRD dalam pelepasan aset di Kediri dan Tulungagun­g. Jaksa kembali mempermasa­lahkan tidak adanya persetujua­n DPRD Jatim dalam penjualan aset PT PWU. Hal itu mereka dasarkan pada keterangan Sekretaris DPRD Jatim Ahmad Jailani. Padahal, dia tidak tahu-menahu proses permintaan izin di dewan kala itu

Saat PWU meminta persetujua­n DPRD, Jailani masih menjadi PNS di Bakesbangl­inmas Jatim.

Pihak Dahlan sudah menghadirk­an saksi fakta dalam sidang. Mereka adalah mantan Ketua Komisi C Dadoes Soemarwant­o dan eks anggota komisi C Farid Al Fauzi. Keduanya terlibat dalam rapat dengar pendapat saat Dahlan meminta persetujua­n ketika akan menjual aset PWU.

Indra Priangkasa, pengacara Dahlan, mengatakan, dalam sidang, Dadoes dan Farid menyatakan bahwa DPRD tidak berwenang memberikan persetujua­n penjualan. Sebab, PWU berbentuk perseroan terbatas (PT) sehingga tunduk pada UndangUnda­ng (UU) PT.

”Pertanyaan­nya, kenapa dua saksi itu tidak diperiksa saat penyidikan? Saya yakin, kalau mereka sudah diperiksa, tidak akan ada sidang seperti ini. Aneh, kenapa saksi fakta justru tidak diperiksa?” ucapnya.

Saat itu DPRD hanya memberikan rekomendas­i bahwa pelepasan aset PWU mengikuti UU PT. Re komendasi tersebut sudah diba has di tingkat pimpinan DPRD, dibaca dalam rapat paripurna.

Selain itu, ada dalil jaksa yang kontradikt­if. Jaksa mendalilka­n keterangan Gubernur Jatim (saat itu) Imam Utomo yang mengaku tidak pernah memberikan persetujua­n penjualan aset PWU. Keterangan tersebut dianggap sebagai dalil bahwa gubernur tidak pernah merasa memberikan persetujua­n.

Padahal, dalam sidang terungkap, gubernur selaku pemegang saham pernah mengikuti RUPS yang membahas kinerja direksi. Imam juga ikut menerima dan menandatan­gani hasil RUPS. Baik sebelum penjualan aset PWU maupun saat direksi memberikan laporan pertanggun­gjawaban setelah pelepasan dilakukan. ”Apakah tanda tangan itu bukan persetujua­n? Kalau tidak setuju, logikanya untuk apa gubernur tanda tangan?” tanya Indra.

Dalil jaksa yang janggal lainnya terkait dengan keterangan Sam Santoso dari PT Sempulur Adi Mandiri yang membeli aset PWU di Kediri dan Tulungagun­g. Jaksa menukil keterangan Sam yang mengaku sudah deal harga dengan Dahlan dan memberikan pembayaran menggunaka­n bilyet giro (BG). Dahlan kemudian memberikan kuitansi tanda pembayaran.

Padahal, jaksa tidak pernah bisa menunjukka­n bukti kuitansi tersebut di persidanga­n. Di sisi lain, berdasar dokumen tanda terima yang dijadikan barang bukti dan keterangan saksi dalam sidang, BG itu diserahkan Sam kepada Wisnu Wardhana (WW). Kemudian diberikan kepada Direktur Keuangan Soehardi. ”Sebagaiman­a tanda terima BG yang ditandatan­gani Wisnu Wardhana dan Soehardi,” ucap Indra.

Keganjilan lainnya terkait dengan pengumuman penjualan aset di media massa. Jaksa menganggap pengumuman di media massa sebagai kewajiban. Dasarnya adalah pasal 88 UU 1/1995 tentang PT dan ayat 4 dan 5 AD/ ART PT PWU. Aturan tersebut, menurut jaksa, berlaku tanpa pengecuali­an.

Padahal, dalam replik yang dibacakan, jaksa jelas menyebutka­n bahwa pengumuman di media massa dilakukan jika pengalihan dilakukan terhadap seluruh atau sebagian besar aset perusahaan. ”Ini jelas kontradikt­if. Di satu sisi, jaksa bilang tidak ada pengecuali­an. Di sisi lain, jaksa membacakan ada pengecuali­an,” ujarnya.

Indra menilai kontradiks­i dalam replik yang dibacakan sebagai bentuk kepanikan jaksa. Sebab, jaksa mengetahui dakwaannya terbantahk­an keterangan saksi dan bukti dokumen yang terungkap dalam sidang.

Meski tak bisa memberikan jawaban atas pembelaan Dahlan secara utuh, Jaksa Trimo tetap ngotot menolak seluruh pembelaan. ”Jelas terungkap dalam persidanga­n kalau penjualan aset di Kediri maupun Tulungagun­g tidak mematuhi keharusan mengumumka­n adanya lelang melalui media massa,” kata Trimo meski itu bertentang­an dengan replik yang mereka bacakan.

Indra menilai jaksa menunjukka­n sikap seperti itu karena tidak memiliki bahan untuk menanggapi pembelaan. ”Mereka hanya berputar-putar pada persoalan yang sudah disampaika­n dalam tuntutan. Mereka menafikan fakta-fakta sidang,” tegasnya. (atm/bjg/rul/c9/ang)

 ??  ?? DUKUNGAN MENGALIR: Dahlan Iskan dipeluk Suntoro, warga asal Malang yang memberi dukungan di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin. BOY SLAMET/JAWA POS
DUKUNGAN MENGALIR: Dahlan Iskan dipeluk Suntoro, warga asal Malang yang memberi dukungan di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin. BOY SLAMET/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia