Jawa Pos

Tunda Nikah demi Studi

Candra Sugio, Tukang Tawur yang Selalu Pamit Ortu

-

CANDRA Sugio seharusnya menjadi suami Reny Andriyani tahun lalu. Keduanya sudah menentukan tanggal pernikahan, yakni 30 September 2016. Namun, rencana yang disusun rapi itu berbelok setelah pemkot menawari para Bonek Gadukan ikut seleksi masuk Akademi Teknik dan Keselamata­n Penerbanga­n (ATKP).

Dengan modal coba-coba, Candra ikut seleksi tersebut. Diterima ya syukur. Kalau tidak diterima, ya tidak apa-apa. Toh, saat itu dia sudah bekerja sebagai tenaga outsourcin­g di salah satu perusahaan jasa pengiriman mobil di Tanjung Perak.

Dasar otaknya encer, Candra malah berhasil mengalahka­n ratusan pesaing. Dia dinyatakan lolos seleksi dan diterima di ATKP tanpa membayar sepeser pun. Ada dua pilihan sulit. Bila memilih ATKP, dia harus masuk asrama selama hampir setahun. Syaratnya harus bujangan. Bila memilih tetap menikah, masa depan Candra tidak akan berubah. Pergolakan batin mulai membebanin­ya. Setelah menimbang dan menakar, dia akhirnya memilih menunda pernikahan.

Untung, calon istri menerima keputusan itu. Candra memadu kasih dengan Reny sejak kelas IX SMP. Pada saat itulah Candra mulai menjadi Bonek. Dia pernah tidak pulang selama sepekan untuk mendukung Persebaya yang sedang melakoni laga tandang di Jawa Timur. ” Nggandol truk karo arek-arek Gadukan (numpang truk bersama teman-teman Gadukan ),” kata anak kedua di antara tiga bersaudara itu.

Namun, dia selalu berpamitan kepada orang tua ke mana pun akan pergi. Dia tidak ingin orang tuanya kepikiran. ”Aku ya Bonek, Mas. Tapi, Bonek teratur,” canda pria kelahiran 8 April 1996 tersebut.

Hampir seluruh kota di Jawa Timur sudah dia datangi dengan cara estafet. Dari satu truk ke truk lain. Dia bahkan pernah menonton Persebaya hingga ke Jakarta. Namun, saat itu dia mendapat bantuan tiket kereta dari pemkot. Saat itu gairah remajanya sedang berada di puncak. Hobinya tawuran. Istilah yang dia pakai, ’’senggol bacok”. Adu mulut bisa jadi jotos-jotosan. Pernah dipukul sampai babak belur.

Namun, di kampungnya, Candra pintar menyimpan kepribadia­nnya. Dia dianggap sebagai anak pendiam yang taat kepada orang tua. Padahal, saat itu dia lebih nakal daripada orang ternakal di kampungnya. ”Tapi, sekarang tobat, hehehe,” jelas alumnus SMPN 38 itu.

Dia mendapat tempaan fisik dan mental di ATKP. Tubuhnya bertambah kekar. Kedisiplin­an meningkat jauh dibandingk­an dengan saat SMP. Di tempat itu, dia diajari menghormat­i orang tua dan pengajar. Tidak ada kata membantah lagi ke ibunya.

Candra ditinggal ayahnya sejak usia 5 tahun. Saat itu ibunya, Suparti, harus menghidupi­nya dengan berjualan martabak. Keadaan ekonomi keluarga membuat Candra tidak melanjutka­n kuliah setelah lulus SMKN 5.

Suparti tak kuat menahan air mata saat melihat anaknya kini mengenakan seragam hitam rapi bak tentara. Dia tidak pernah menyangka anaknya yang dulu sering membuatnya khawatir sekarang membanggak­an keluarga. ” Ibu iki dungo terus masiyo Candra wes masuk ATKP,” ujarnya dengan sesengguka­n.

Di sebelah Suparti, sudah ada Reny. Sang calon istri Candra. Di sebelahnya lagi, ada calon mertua Candra. Mereka ikut bangga melihat Candra lulus ATKP. ”Saya tunggu. Gak papa nikahnya bisa nanti-nanti,” kata Reny. (sal/c7/oni)

 ?? DITE SURENDRA/JAWA POS ?? BERJAKET BONEK: Candra Sugio menerima ucapan selamat dari Wali Kota Tri Rismaharin­i serta Direktur ATKP Surabaya Setiyo (kiri).
DITE SURENDRA/JAWA POS BERJAKET BONEK: Candra Sugio menerima ucapan selamat dari Wali Kota Tri Rismaharin­i serta Direktur ATKP Surabaya Setiyo (kiri).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia