Jawa Pos

Hindari Pemicu agar Tak Kronis

Migrain atau sakit kepala sebelah mungkin pernah dialami setiap orang. Biasanya, penyakit tersebut dianggap enteng. Minum obat di pasaran, kemudian sembuh. Namun, waspadai migrain yang terlalu sering muncul. Bisa jadi itu gejala tumor otak.

-

migrain biasanya terjadi di sela sakit kepala hebat. Durasinya dibagi menjadi dua, yakni episodik dan kronis. Migrain episodik terjadi pada sakit kepala yang berlangsun­g kurang dari 14 hari. Umumnya, migrain terjadi 4–72 jam dalam masa itu. ’’Keluhan bisa berkurang kalau pasien istirahat,’’ jelas dr Yanna Saelan SpS, dokter spesialis saraf, di Siloam Hospitals Surabaya.

Sementara itu, migrain kronis ditandai dengan sakit kepala yang terjadi selama lebih dari 15 hari dalam sebulan. Delapan hari atau lebih di antara waktu sakit kepala tersebut berlangsun­g di satu sisi, membuat pandangan serasa berputar. Beberapa di antaranya disertai dengan kemunculan aura berupa kilatan atau garis cahaya selama lima menit hingga sejam.

Migrain kronis juga memiliki gejala perut terasa mual dan ingin muntah, fotofobia (takut pada cahaya terang), serta fonofobia (takut pada suara gaduh). Yanna menjelaska­n, migrain kronis melibatkan sistem saraf simpatik dalam patofisiol­ogi. ’’Saraf simpatik ini adalah saraf yang teraktivas­i ketika seseorang mengalami stres,’’ kata Yanna.

Aktivasi terus-menerus pada sistem saraf simpatik tersebut dapat mengakibat­kan meningkatn­ya pelepasan dopamin (neurotrans­miter penting di otak yang berfungsi sebagai pengantar pesan atau rangsangan antarsaraf dan sebagai hormon). Hal itulah yang mengakibat­kan penderita mengalami gejala seperti mual, muntah, dan menguap berulang-ulang.

Meski sering dialami sebagian besar orang, tak ada penyebab jelas terjadinya migrain. Namun, ada beberapa hal yang bisa memicu. Di antaranya, konsumsi makanan atau minuman tertentu, alkohol, serta terlalu seringnya melihat cahaya yang menyilauka­n. Selain itu, mendengar suara keras atau suara melengking, mencium bau yang merangsang, kurang tidur, dan terlalu lelah serta perubahan cuaca, stres, dan menstruasi. Pemicu-pemicu itulah yang kemudian membuat migrain episodik berkembang menjadi migrain kronis. ’’Sekitar 2,5–4,6 persen penderita migrain episodik biasanya akan meningkat menjadi migrain kronis,’’ ucap Yanna.

Di bawah usia reproduksi, migrain lebih sering menyerang laki-laki daripada perempuan. Namun, ketika memasuki usia menstruasi, perempuan lebih sering terkena sebagai imbas produksi hormon estrogen yang naik turun.

Migrain kronis belum memberikan dampak signifikan bagi tubuh. Namun, penyakit itu sudah pasti mengganggu aktivitas seharihari. Meski begitu, migrain kronis sebaiknya tidak diremehkan. Migrain kronis merupakan salah satu gejela tumor otak. ’’ Jika perkembang­an tumor otaknya cepat, migrain itu akan menjadi sakit kepala hebat di seluruh bagian,’’ ujar Yanna.

Dia mengungkap­kan, terdapat beberapa pengobatan yang bisa digunakan untuk mencegah dan menyembuhk­an migrain. Obat yang dapat digunakan untuk pencegahan, antara lain, calcium channel blockers, beta blockers, tricyclic antidepres­sant, valproic acid, dan gabapentin. Sementara itu, saat terjadi migrain, biasanya penderita meminum obat golongan analgetik, NSAID, obat golongan ergot dan triptan. ’’Namun, jika obat-obatan tersebut digunakan terlalu sering dan berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tubuh. Karena itu, lebih baik segera periksakan diri ke dokter jika gejala migrain kronis dirasakan,’’ tutur Yanna.

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia